Bisnis.com, Jakarta – Perusahaan pembiayaan PT BRI Multifinance Indonesia (BRI Finance) meyakini permintaan kredit mungkin akan terdampak karena rencana pemerintah untuk menerapkan kebijakan baru pada tahun 2025. menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%.
Direktur Utama BRI Finance Wahyudi Darmawan mengatakan kenaikan PPN menjadi 12% pasti berdampak pada peningkatan biaya operasional. Selain itu, juga akan terjadi penyesuaian suku bunga dan biaya pengelolaan yang juga akan mempengaruhi daya beli konsumen terhadap mobil.
“Oleh karena itu, kenaikan tarif PPN menjadi 12% bisa berdampak signifikan terhadap penyaluran dana, apalagi berdampak pada daya beli masyarakat,” kata Wahoudi kepada Bisnis, Selasa (19 November 2024).
Wahyudi mengatakan kenaikan PPN sebesar 12% juga dapat meningkatkan tekanan finansial pada kelompok konsumen yang lebih sensitif terhadap harga dan mempengaruhi keputusan pembiayaan konsumen. BRI Finance juga telah menyusun beberapa strategi untuk mengantisipasi situasi tersebut.
Pertama, meningkatkan efisiensi operasional dengan mengoptimalkan teknologi yang ada. Kedua, mengoptimalkan penggunaan engine score, meningkatkan kualitas evaluasi kredit, dan mengurangi risiko gagal bayar. Ketiga, memberikan edukasi keuangan tentang perpajakan pada industri jasa keuangan.
“Dan mengawali kampanye dengan mengedepankan solusi pembiayaan yang terjangkau dan dapat diandalkan, seperti cicilan dan suku bunga yang kompetitif,” kata Wahoudi.
Secara keseluruhan, piutang keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada perusahaan pembiayaan masih meningkat sebesar 9,39% dibandingkan tahun 2024. pada bulan September mencapai Rp 501,78 triliun. Sedangkan dari sisi laba, sektor keuangan tumbuh 0,84% YoY menjadi Rp 16,97 triliun pada tahun 2024. pada bulan September
Direktur Jenderal Pengawasan Lembaga Keuangan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengatakan, pihaknya optimistis dengan target pertumbuhan pendanaan hingga tahun 2024. 10-12 persen dari akhir
Hal ini mempertimbangkan kondisi pembiayaan yang terus meningkat, seperti pada tahun 2024 pada bulan Desember akhirnya tinggal beberapa bulan lagi
“Meski risikonya berkurang, ke depan masih akan terjadi peningkatan piutang keuangan yang signifikan,” kata Agusman.
Agusman menegaskan, guna lebih mengembangkan industri lembaga keuangan, OJK juga telah memperkenalkan “Pedoman Pengembangan dan Penguatan Badan Usaha Keuangan 2024-2028” yang dapat menjadi pedoman arah pengembangan dan penguatan industri ke depan.
Di sisi lain, profil risiko perusahaan keuangan tetap terjaga dengan tingkat pembiayaan bermasalah (NPF) bruto sebesar 2,62 persen, dan tingkat pembiayaan bermasalah neto sebesar 0,81 persen.
OJK berharap pada tahun 2024 akhir dan 2025 NPF perusahaan keuangan akan terus didukung sesuai dengan ketentuan yang ada.
“Perusahaan pembiayaan juga didorong untuk mengurangi pertumbuhan kredit bermasalah, antara lain melalui penilaian kelayakan pembiayaan [credit score] yang lebih akurat,” tegas Agusman.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel