Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) sedang mencari formula untuk melanjutkan proyek biodiesel B50 tanpa mempengaruhi ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya, ekspor terbesar Indonesia.

Proyek B50 berpotensi mengganggu ekspor. Sebab, jumlah minyak sawit yang tersedia akan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri yang lebih besar dibandingkan biasanya.

Heru Tri Widarto, Plt Direktur Jenderal Bidang Perkebunan Kementerian Pertanian, mengatakan ke depan akan ada pembagian kerja antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Dalam hal ini, Kementerian Pertanian akan fokus pada pekerjaan pendahuluan atau disebut hulu. sedangkan bagian hilirnya dioperasikan oleh Kementerian ESDM.

Ia juga menjelaskan, pemerintah akan mencari solusi tepat agar ekspor CPO tetap stabil dan tidak mengalami penurunan.

“Kami pasti akan menemukan formula yang tepat. (Agar ekspor CPO tidak berkurang) “Makanya produksinya harus ditingkatkan karena masih ada potensi dari 3 ton menjadi 5-6 ton. [Caranya] melalui rehabilitasi dan intensifikasi,” kata Heru di Jakarta, Senin (28 /10/2024).

Untuk itu, Heru menjelaskan, Kementerian Pertanian saat ini sedang mengkaji secara mendalam bagaimana CPO dapat menyeimbangkan kebutuhan pangan dan energi. Sementara itu, salah satu kajian yang dimaksud adalah bagaimana cara meningkatkan produksi CPO.

“Sedang dalam proses. [Dari review] Nanti kalau sudah siap, kita tayangkan,” ujarnya.

Namun yang jelas Heru mengatakan pemerintah akan menjaga stok CPO baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Intinya Ekspor tidak boleh terganggu, tegasnya.

Apalagi, dia menjelaskan potensi peningkatan produksi CPO masih terbuka. Sementara itu, perbaikan yang akan dilakukan Kementerian Pertanian antara lain adalah intensifikasi atau rehabilitasi kelapa sawit.

Oleh karena itu Heru memastikan ekspor CPO tetap berjalan. Termasuk ke Uni Eropa “karena [ekspor CPO] berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional,” maka kita pasti akan menghitung secara akurat berapa yang diekspor. Dan berapa banyak yang dibutuhkan di dalam negeri?”

Sebelumnya diberitakan, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai proyek biodiesel B50 yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto sedang berjalan. Hal tersebut akan berdampak pada penurunan ekspor minyak sawit sebagai CPO dan turunan minyak sawit.

Apalagi, mengacu pada catatan Gapki, kondisi produksi minyak sawit di Indonesia masih lesu. Hal yang sama juga terjadi dalam hal produktivitas.

Eddie Martono, Ketua Umum Gapki, mengatakan permasalahan industri kelapa sawit di Indonesia terkait dengan ekstraksi minyak sawit. (Replanting) atau Proyek Restorasi Kelapa Sawit Rakyat (PSR).

“Gapki melihat [B50] positif, saya yakin pemerintah tidak akan hati-hati menggunakan B50 selama produksinya masih lambat. Yang pasti dikorbankan adalah ekspor,” kata Eddie di kantor GAPKI Jakarta, Jakarta, pada Selasa (22/10/2024).

Karena ketika proyek ini diluncurkan Akan ada pertanyaan lain. Lebih banyak lagi yang terjadi. Mulai dari nasib ekspor sawit Indonesia hingga pendanaan B50

Apalagi, kata Eddy, jika pasokan minyak sawit Indonesia ke dunia semakin berkurang. Harga minyak nabati di pasar dunia juga akan meningkat dan mempengaruhi inflasi di Indonesia. Akibatnya, harga produk minyak sawit menjadi mahal.

Namun di satu sisi, Eddie meyakini pemerintahan baru pasti akan mengikuti dan mendukung PSR, menghilangkan kendala yang ada saat ini.

“Saya yakin pemerintah tidak akan hati-hati selama produksinya tidak mencukupi, dengan B40 saja? Kondisi ekspor kita saat ini akan turun sekitar 2 juta ton. Kalau kita kenakan B50, ekspor kita turun 6 juta ton,” dia menjelaskan.

Ia juga menunjukkan bahwa permasalahan terkait ekstraksi minyak sawit tidak hanya terjadi di Indonesia. tapi juga Malaysia Eddie mengungkapkan produksi minyak sawit di negara tetangga juga lambat.

Contohnya: Kalau kita turunkan jumlahnya, [minyak sawit] kita kembali beredar di dunia. Harga minyak nabati di pasar dunia akan naik. Kita tidak menyangka. Itu sangat merugikan kita, katanya.

Eddie menambahkan, kebutuhan biodiesel B50 membutuhkan minyak sawit sebanyak 11,5 juta ton.

“Ini menjadi masalah jika kita tidak meningkatkan produksi untuk meningkatkan produksi. Sebenarnya ini akan merugikan kita jika nanti kita harus mengorbankan ekspor,” tutupnya.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja ekspor minyak sawit atau CPO dan turunannya minyak sawit. yang termasuk komoditas andalan Indonesia, akan mengalami penurunan pada September 2024.

Kepala BPS Mayjen Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan ekspor CPO dan turunannya akan mengalami penurunan baik bulanan maupun tahunan pada September 2024.

Pada September 2024, total volume ekspor CPO dan turunannya sebesar 1,49 juta ton, turun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 1,97 juta ton.

Sementara harga CPO dunia dan turunannya pada September 2024 meningkat menjadi US$932,05 per ton dari bulan sebelumnya sebesar US$898,90 per ton.

Amalia menuturkan, nilai ekspor CPO dan turunannya mengalami penurunan baik secara bulanan maupun tahunan. per tahun).

Nilai kumulatif ekspor CPO dan turunannya sebesar US$ 1,38 miliar pada September 2024.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.