Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyepakati pengendalian konsumsi makanan dan minuman olahan yang mengandung gula, garam, dan lemak (GGL) dapat dilakukan dengan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu. , bukan pajak cukai. 

Direktur Jenderal AgroIndustri Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika mengatakan, dalam rapat terbatas (ratas) yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Yokowi) terkait RPP kesehatan, penerapan SNI menjadi salah satu pilihan sebagai upaya pengendalian non-kesehatan. -penyakit menular (PTM). 

“Kesepakatan dan kesepahaman dari konsensus seluruh pemangku kepentingan sesuai dengan pedoman rapat karena SNI ini harus dipatuhi oleh industri dan lembaga usaha yang menjalankan kegiatan usahanya. Jika melanggar, sanksinya 5 tahun. pidana penjara paling banyak Rp 30 miliar,” kata Putu soal RDP Panja dengan KPK, dikutip Selasa (7 Februari 2024). 

Jika diputuskan penerapan SNI makanan dan minuman olahan (mamin), Kementerian Perindustrian akan mengikuti aturan dan ikut mengawasi produksi industri.

Hal ini juga sesuai dengan pengawasan SNI fortifier, garam beryodium dan pengawasan atau kewaspadaan yang jelas. Menurut Putu, kebijakan Kementerian Perindustrian ke depan akan sesuai dengan keputusan Majelis Umum. 

Tak hanya itu, SNI juga dinilai lebih efektif melindungi konsumsi GGL pada manusia. Makanya kami memutuskan untuk membandingkannya dengan cukai, kami khawatir hasilnya tidak seefektif SNI, kata Putu. 

Apalagi dari sudut pandang pelaku industri, menurut Put, produsen makanan dan minuman lebih paham dengan penerapan SNI, dibandingkan dengan pajak cukai yang dapat mempengaruhi biaya produksi. 

Di sisi lain, data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menekankan pentingnya penerapan pengendalian konsumsi GGL dengan mendorong industri pangan untuk melakukan reformulasi. 

Menjadikan makanan dan minuman rendah GGL lebih tersedia, menerapkan pelabelan berupa pelabelan di bagian depan kemasan, menerapkan kebijakan fiskal dan menetapkan batas maksimal kandungan GGL pada makanan dan minuman. 

Kementerian Kesehatan juga mendorong pembatasan waktu, lokasi, dan penargetan iklan makanan dengan GGL tinggi.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan VA Channel