Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap data yang dikirimkan Direktorat Jenderal Bea dan Pajak terkait barang impor sebanyak 26.415 kontainer yang ditahan dan dikeluarkan pada Mei 2024. 

Pelepasan peti kemas tersebut bertepatan dengan terbitnya aturan relaksasi impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang akan segera berlaku pada 17 Mei 2024. 

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, keanehan pertama adalah bertambahnya jumlah kontainer dalam beberapa malam. Semula informasi yang diterima Kementerian Perdagangan dan Perindustrian soal jumlah kontainer hanya 4.000 kontainer. 

Informasi tersebut diperoleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani, beberapa malam sebelum pelepasan puluhan ribu kontainer pada 18 Mei 2024 oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. 

Pertanyaannya kenapa kontainer yang macet tiba-tiba melonjak 2 malam? Apakah Bandung Bondowoso mengajukan Roro Jonggrang dalam 2 malam? 07/08/2024 ). 

Sekadar informasi, tiga pelabuhan yang bersangkutan adalah Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung Perak, dan Pelabuhan Belawan. Sementara kontainer yang tertahan di pelabuhan diketahui menumpuk sejak 10 Maret 2024. 

Sejak keluarnya kontainer tersebut dan keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan 8/2024, Kementerian Perindustrian menilai aturan tersebut menjadi ancaman bagi keberlanjutan industri dalam negeri. 

Oleh karena itu, Menteri Bisnis telah mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan pada 27 Juni 2024 untuk meminta pendataan isi 26.415 kontainer yang tertahan di pelabuhan. Namun Kementerian Perdagangan dan Perindustrian baru menerima balasan pada 2 Agustus 2024 yang dikirimkan Direktorat Bea dan Cukai. 

Dalam surat balasannya, Direktur Bea dan Pajak memberikan data isi peti kemas sebanyak 26.415 peti kemas yang dikelompokkan berdasarkan Board Economic Category (BEC), yaitu 21.166 peti kemas berupa bahan baku dan bahan penolong (80,13%), 3.356 peti kemas berisi barang konsumsi. . (12,7%) dan barang investasi sebanyak 1.893 kontainer (7,17%). 

Namun Direktorat Bea dan Cukai belum memberikan informasi lengkap mengenai barang impor tersebut. Febri menjelaskan, dalam dokumen yang diterima Kemenperin hanya terdapat data 10 jenis produk/wadah terbaik dari 3 kelompok yaitu bahan baku, barang konsumsi, dan barang investasi. 

“Kalau dijumlahkan 3 kelompok komoditi yang masuk 10 besar itu sebanyak 12.994 kontainer. Kalau dibagi 26.415 kontainer persentasenya 49,2%, selebihnya tidak dijelaskan, katanya di mana? Berapa kontainer lainnya? kualitas?” dia berkata. 

Selain itu, Febri juga mempertanyakan urgensi penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan 8/2024 yang mengatur mengenai barang hilir atau barang konsumsi jika sebagian besar kontainer yang ditumpuk berisi bahan baku/bahan pembantu. 

Di sisi lain, Febri juga menyebut kabar musnahnya sebagian barang dari 26.415 kontainer juga aneh karena menandakan isi kontainer tersebut merupakan barang yang dilarang masuk ke Indonesia namun termasuk dalam kelompok 26.415 kontainer. 

Menurut dia, Direktorat Bea dan Cukai harus mencantumkan kapan dan di mana barang pemusnahan tersebut dimuat dan dibongkar di pelabuhan serta jumlah peti kemas dan kode HS-nya serta protokol pemusnahannya.

“Saya sendiri yang bilang itu data yang disembunyikan, jadi itu yang dia maksud, nah, kenapa yang 26.415 data itu tidak semuanya ada di lampiran, kenapa dibuat dari 10 kelompok terbesar,” jelasnya. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel