Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) memperingatkan upaya pengenalan aplikasi Temu ke Indonesia. Setelah TikTok, yang pertama masuk dengan membeli 75% saham Tokopedia.

Staf Khusus Menteri Koperasi dan Pemberdayaan UKM Ekonomi Kreatif Fiki Satari mengatakan, aplikasi Temu telah mencoba tiga kali mendaftarkan hak paten mereknya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai strategi memulai bisnisnya di Indonesia. Sedangkan permohonan hak merek Temu pertama kali diajukan pada 7 September 2022 dan terus gagal.

“Sejak 7 September 2022, sudah tiga kali upaya pendaftaran merek Temu, tapi ternyata sudah ada yang punya di Indonesia, tapi [Temu] tetap mengajukan banding,” kata Fiki di UKM Kementerian Koperasi. Selasa (06/08/2024).

Meski aplikasi Temu belum beroperasi di Indonesia, Fiki menegaskan risikonya masih ada. Pasalnya aplikasi Temu terus berkembang hingga beroperasi di 48 negara, termasuk Thailand dan Malaysia.

Aplikasi Temu dinilai menjadi bencana bagi UKM Tanah Air karena produk yang dijual di platform tersebut berasal dari pabrik atau produsen di China, yang kemudian dikirim langsung ke konsumen. 

Fiki baru-baru ini mengungkapkan, Temu kembali mengajukan namanya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 24 Juli 2024. Menurut dia, ada dua pihak yang mendaftarkan nama aplikasi Temu, yakni warga negara Indonesia (WNI) yang berdomisili di Jakarta dan pihak asing yang merupakan perusahaan pemilik aplikasi tersebut. mengenal

“Jadi mereka mencoba masuk [Temu], padahal beberapa pejabat kementerian yang terkait dengan pengaturan ini mengatakan tidak mungkin masuk Temu [Indonesia] karena Peraturan Menteri Perdagangan 31/2023.” kata Fiki.

Fiki Satari juga mengatakan, hampir 80% perekonomian e-commerce digital Indonesia kini dikuasai oleh platform asing setelah TikTok mengakuisisi Tokopedia. Menurutnya, regulasi investasi di Indonesia masih sangat longgar terkait platform e-commerce.

Ia mengatakan, pengawasan tersebut diperlukan untuk melindungi produk lokal dari serangan produk impor yang dijual secara online. Pasalnya, data yang dihimpun Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan 74% produk e-commerce berasal dari impor.

“Tetapi banyaknya barang yang dijual [di e-commerce] juga sulit diverifikasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM saja, kami berharap kedepannya dapat dibentuk panitia khusus untuk hal ini,” ujarnya.

Sementara itu, CEO Smesco Indonesia Wientor Rah Madak menegaskan UKM belum mendapatkan keuntungan dari merger TikTok dengan Tokopedia. 

Wientor juga mengatakan, toko Tokopedia yang merupakan perubahan bentuk dari toko TikTok setelah bergabung dengan Tokopedia, masih banyak mempromosikan produk impor. Padahal, kata Wientor, beberapa produk yang dipromosikan Toko Tokopedia dalam program “Beli Lokal” bukanlah produk lokal, melainkan produk impor.

Wientor menegaskan, pihak yang paling diuntungkan dengan masuknya TikTok ke Tokopedia adalah para pemegang saham. 

Di sisi lain, pekerja negara dan lokal justru dirugikan akibat PHK sebanyak 450 orang pasca akuisisi TikTok oleh Tokopedia.

Pertanyaannya, apakah akuisisi ini memberikan keuntungan? Saya kira sejauh ini tidak, kata Wientor.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel