Bisnis.com, Jakarta – Asosiasi FinTech Crowdfunding Indonesia (AFPI) mengomentari semakin selektifnya bank digital dalam membagi kredit melalui skema channeling dengan fintech P2P lending. 

Beberapa bank digital sudah mulai menyalurkan pinjaman secara mandiri dibandingkan mengandalkan skema referral pinjaman. Misalnya, Seabank Indonesia berencana meluncurkan fitur pinjaman langsung dalam aplikasi pada akhir tahun 2024.

Selain itu juga bersifat opsional, terus menjajaki kerja sama penyaluran apakah akan diperluas atau dihentikan, mengingat risikonya, seperti strategi yang diterapkan PT Panga Jago Tbk. (ARTO). 

Menanggapi hal tersebut, Yasmin Sembiring, Managing Director AFPI mengatakan, outstanding pembiayaan perbankan untuk fintech P2P loan masih menunjukkan tren peningkatan pada Januari-April 2024. Pada saat yang sama, partai memahami bahwa pengaruh perekonomian global masih merupakan fenomena yang tidak stabil dan tinggi. Suku bunga yang lebih panjang atau lebih tinggi berdampak signifikan terhadap kemungkinan penurunan nilai aset keuangan.

“Situasi ini mungkin mengharuskan bank yang bekerja sama dengan perusahaan fintech untuk mempertimbangkan kebijakan manajemen risiko yang lebih ketat dan peningkatan teknologi untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi operasional,” kata Yasmin, Rabu (19/6/2024). 

Untuk mencegah risiko dalam penyaluran skema fintech P2P lending, penting bagi bank untuk memahami proses bisnis mitra, memilih mitra yang tepat dan mematuhi peraturan yang berlaku, serta menerapkan rencana mitigasi risiko yang memadai, kata Yasmin.

Yasmin mengatakan hingga saat ini belum ada tanda-tanda penurunan skema rujukan fintech P2P lending, perlu dilakukan observasi lebih lanjut terhadap dampak pengetatan penyaluran terhadap penyaluran pinjaman P2P. 

Selain bank, beberapa jenis pemberi pinjaman berpartisipasi dalam industri ini, termasuk sektor kelembagaan, lembaga jasa keuangan (FSI) dan pemberi pinjaman non-SFI. Selain itu, ada juga pemberi pinjaman pribadi. 

“Kombinasi keduanya [organisasi dan individu] adalah pendekatan ideal untuk melindungi dan mengelola risiko,” katanya. 

Terakhir, AFPI mendorong fintech P2P lending untuk meningkatkan kualitas kredit melalui beberapa langkah strategis untuk mencegah kemungkinan pengetatan bank channeling, kata Yasmin. 

Pertama, dengan memperkuat kemampuan credit scoring untuk menilai risiko peminjam secara lebih akurat. Kedua, diversifikasi portofolio pinjaman dengan menyasar berbagai segmen peminjam untuk mengurangi risiko konsentrasi. Ketiga, memperkuat kerja sama dan kolaborasi dengan berbagai ekosistem, termasuk perbankan dan lembaga keuangan lainnya. 

Selain itu, AFPI mendorong penyelenggara untuk menjajaki peluang pendanaan baik dari investor institusi dalam dan luar negeri. 

“Sebagai bagian dari upaya ini, AFPI melakukan roadshow di London untuk memperkenalkan sektor P2P lending Indonesia kepada calon pemberi pinjaman dan investor untuk membuka pemahaman dan minat,” kata Yasmin seraya menambahkan bahwa dana baru akan tertarik masuk ke sektor tersebut. Dia berkata.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA