Bisnis.com, JAKARTA – Peluang aksi jual pasar saham pada semester II 2024 masih berupa tekanan seperti ketidakpastian suku bunga Federal Reserve (Fed) Amerika Serikat dan pergantian pemerintahan baru.

Sementara pada Jumat (28/6/2024) atau di penghujung penjualan semester I 2024, IHSG tampak menguat 1,37% atau 95,62 poin di level 7.063,57. Namun sepanjang tahun ini IHSG masih menguat 2,88% year to date (YtD).

Sementara itu, Nilai Transaksi Harian (RNTH) saham BEI sebesar Rp 12,28 triliun atau melampaui target BEI tahun ini sebesar Rp 12,25 triliun. Namun, investor asing tampaknya membeli atau menjual senilai Rp 7,72 triliun YtD.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Adityo Nugroho mengatakan keluarnya dana asing dari pasar keuangan Indonesia dibarengi dengan penurunan nilai tukar rupiah, penurunan IHSG, dan peningkatan imbal hasil obligasi pemerintah.

“Hal ini tidak lepas dari faktor eksternal seperti tingginya suku bunga The Fed dan konflik geopolitik yang belum mereda,” kata Adity di Biniss, (28/6/2024).

Selain itu, menurutnya, faktor dalam negeri juga menjadi beban besar, yakni masa transisi pemerintahan baru yang membuat investor masih dipenuhi pertanyaan mengenai keberlanjutan kebijakan moneter yang prudent pada pemerintahan berikutnya.

Sementara itu, pada Senin (24/6), Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kelompok Penghubung Pemerintahan Prabowo-Gibran menjelaskan arah kebijakan moneter pemerintah selanjutnya.

Menurutnya, hal ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, serta berdampak positif terhadap rupiah dan IHSG.

“Pada semester II/2024, Indonesia akan mengadopsi pemerintahan baru yang diharapkan bisa menjadi ide bagus. Saat ini sentimen global masih sejalan dengan pelaku pasar yang menunggu suku bunga The Fed, dan kebijakan moneter. hasil pemilu di Inggris dan Perancis diharapkan dapat mengubah partai politik di kedua negara tersebut,” pungkas Adityo.

Senada, Kepala Riset InvestasiKu (Mega Capital Sekuritas) Cheryl Tanuwijaya menambahkan, investor asing melakukan aksi jual karena rupiah melemah, tertekan penguatan indeks dolar AS, dan ketidakpastian suku bunga The Fed. 

Sejauh ini Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, masih mempertahankan suku bunga sebesar 5,25%-5,5% dan berencana menurunkan satu suku bunga lagi pada tahun ini.

Selain itu, sikap wait and see pasar terhadap pemerintahan baru baik dari segi APBN, kabinet, dan kebijakan juga berdampak pada pasar saham. Meski demikian, ia tetap berharap IHSG bisa menguat.

“Kami masih melihat ada tempat bagi IHSG untuk menguat hingga akhir tahun 2024 ke level 7.500, awal tahun sudah mencapai level 7.450 jadi wajar dan belum ada update. Tahun ini, harapannya The Fed bisa menurunkan suku bunga sebanyak dua kali sesuai perkiraan pasar, ”ujarnya. Cheryl dalam Bisnis. 

Cheryl juga mengatakan pemilu AS masih diawasi ketat karena politik perang dan perselisihan politik, dan pemulihan ekonomi di China diharapkan terus berlanjut. Secara internal, pasar akan menerima informasi mengenai kebijakan pemerintah dan kabinet baru. 

“Sektor utama yang dipilih adalah sektor konsumen kebutuhan pokok dan sektor kesehatan karena keduanya cenderung melindungi diri dan berdampak kecil terhadap volatilitas suku bunga. Saham-saham yang dipilih adalah MYOR, ICBP, SILO dan MIKA,” tutup Cheryl.

————————————- 

Penafian: berita ini tidak dimaksudkan untuk mempromosikan pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan mahasiswa. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel