Bisnis.com, JAKARTA – Kami meminta pemerintah berhati-hati dan selektif dalam berencana mengenakan bea masuk hingga 200% terhadap barang impor asal China.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Juan Permata Adoe menegaskan, rencana pembatasan impor diharapkan tidak mempersulit perdagangan dan industri dalam negeri untuk mendapatkan bahan baku dan bahan penolong. Sebab, kata dia, lingkungan dunia usaha dan investasi masih perlu dijaga demi industri yang lebih kompetitif.

Oleh karena itu, Kadin meminta pemerintah melakukan kajian mendalam terhadap kode HS atau barang impor yang terdampak dengan perdebatan bea masuk 200%.

Pengusaha meminta rencana pembatasan tersebut tidak mencakup produk-produk yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri, serta produk-produk dengan karakteristik lain.

“Untuk memastikan pengenaan tarif impor benar dan menghindari dampak negatif kebijakan tersebut terhadap produktivitas industri, sehingga dapat membantu mendongkrak kinerja ekspor,” kata Huang dalam keterangan resmi, Rabu (3 Maret 2024). . .

Pemerintah diminta untuk tidak langsung mengeluarkan kebijakan tanpa persetujuan badan usaha. Mereka menilai perlu menyiapkan kebijakan penerapan bea masuk atas barang impor yang besarnya hingga ratusan persen dengan melibatkan badan usaha agar penerapannya tidak menimbulkan permasalahan baru.

“Hal ini dilakukan untuk memperbaiki kebijakan dan menghindari konsekuensi yang mungkin terjadi,” jelasnya.

Selain itu, Kadin juga mendukung bantuan Economic Competition Surveillance Commission (ECSC) dalam mengkaji perdebatan kebijakan tarif impor ratusan persen sebelum disimpulkan. Dengan demikian, risiko perilaku monopoli dan penguasaan oleh kelompok (kartu) tertentu dapat dihindari jika diterapkan kebijakan bea masuk hingga 200%.

Melansir Bisnis.com, Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri, Senin (1/7/2024) mengatakan hampir semua negara bisa menaikkan bea masuk atas produk impor. Namun, pemerintah Indonesia juga harus bisa membuktikan bahwa produk impor dari China merupakan produk dumping yang dinilai merugikan industri dalam negeri.

Pasalnya, pembuktian tersebut merupakan bagian dari prosedur kenaikan bea masuk anti dumping (ADI) terhadap produk impor tersebut.

“Meski sekarang kita bisa menetapkan BMAD yang tinggi, suatu saat kita harus bisa membuktikan apakah dumping benar-benar terjadi atau tidak,” kata Yose, Senin (1/7/2024).

Di sisi lain, ia juga terang-terangan menyatakan bahwa penerapan BMAD yang terlalu tinggi pada produk impor berisiko menimbulkan pembalasan dari negara asal. Bukan tidak mungkin China kemudian akan berbalik dan menerapkan bea masuk yang tinggi terhadap produk ekspor Indonesia.

“Hal ini juga perlu diperhatikan, apalagi jika BMAD kita naikkan dan tidak ada bukti dumping, berarti kita terbuka terhadap kemungkinan tindakan pembalasan,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hassan (Zulhas) memastikan akan segera mengenakan bea masuk sebesar 100%-200% terhadap barang impor. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya barang impor ke pasar dalam negeri, yang lambat laun akan mematikan sektor industri dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam negeri. 

“Aturannya sudah kita finalkan 1-2 hari terakhir, mudah-mudahan minggu depan sudah siap,” kata Zulkifli usai pembukaan Karya Kreatif (KKJ) Jabar dan Pekan Kerajinan Jawa Barat (PKJB) 2024 di Trans. peristiwa. Gedung Kongres Bandung, Jumat (28 Juni 2024).

Menurut Mendag, hampir seluruh produk jadi yang diimpor akan dikenakan bea masuk yang rata-rata lebih dari 100%. 

Beberapa di antaranya kosmetik, sepatu, pakaian, TPT, dan keramik. Semuanya akan dikenakan bea masuk lebih dari 100%. “Impor kita kendalikan agar tidak mematikan produk industri dalam negeri,” jelasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.