Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) membeberkan kondisi bisnis industri petrokimia dan turunannya yang sedang menurun. Sebab, permintaan pesanan baru semakin berkurang. 

Situasi serupa juga terjadi di berbagai sektor industri manufaktur lainnya dan menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Perdana Menteri menyebutkan penurunan Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia menjadi 49,3 pada Juli 2024. 

Wakil Presiden Inaplas, Budi Susanto, mengatakan penurunan industri petrokimia hulu dan hilir terlihat pada berkurangnya jasa produksi dalam negeri antara 50% hingga 70%. 

Benar kondisinya seperti ini [kontrak produksi PMI]. Di industri hulu petrokimia utilisasinya turun di bawah 70%, bahkan di industri plastik utilisasinya sudah mencapai 50%, kata Budi kepada Bisnis, Senin (12). /8/2024). 

Dalam hal ini, Budi mengidentifikasi dua penyebab utama PMI manufaktur terkontraksi, yaitu menurunnya daya beli masyarakat dan serbuan produk luar negeri. 

Untuk saat ini, aturan impor yang disebut-sebut masih “kacau” yakni ilegal perlu dibenahi. Menurut Budi, akibat adanya perubahan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. peraturan perdagangan impor menjadi semakin kompleks. 26/2023 yang menghapus beberapa sistem perbatasan untuk berbagai jenis barang. 

Akibat volume impor yang besar dan tidak terkendali, kondisi penjualan masih belum menentu. Pihaknya kini menunggu kembalinya antusiasme pasar dan pembatasan penerimaan ekspor, terutama yang ilegal. 

Inaplas berharap Permendag 36/2024 diaktifkan sehingga pengendalian impor berbasis data neraca barang untuk melindungi kalangan atas dan bawah, ujarnya. 

Diberitakan sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengungkapkan kliennya, selain 7 zat yang saat ini menjadi pertimbangan dalam aturan perlindungan barang impor, khususnya produk jadi atau produk samping, sedang melakukan evaluasi. perlindungan produk petrokimia. produknya, yaitu plastik, juga diperlukan. 

“Iya, kemarin kita lihat plastik, plastiknya tidak dibuang, tapi harus diterapkan [larangan terbatas] atau pembatasan,” kata Febri saat ditemui di kantor Kementerian Perindustrian. 

Banyak komponen dalam industri plastik yang beresiko karena tidak lagi sesuai dengan komponen yang ada (dilarang dan dibatasi). Meski demikian, jumlah pembatasan atau pembatasan perdagangan di Indonesia terbilang sedikit. 

“Jumlah pembatasan di Indonesia kecil jika dibandingkan dengan Amerika dan Tiongkok. Kalau kita mengekspor produk manufaktur ke Tiongkok, pembatasannya ada lebih dari 3.000, tapi di Amerika hanya sekitar 100.” 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel