Bisnis.com, SURAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku mendapat berbagai ancaman saat mencoba mengambil alih kepemilikan mayoritas PT Freeport Indonesia (PTFI), mulai dari ancaman pembebasan Papua hingga kudeta.

Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat membuka Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII di Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (19/9/2024).

Ia bangga dengan pencapaian kebijakan hilirisasi industri yang dilakukan pemerintahnya. Menurutnya, kebijakan hilirisasi tidak akan terlaksana tanpa keberanian, seperti saat Indonesia mengambil alih kepemilikan mayoritas Freeport dari Amerika Serikat (AS).

“Dalam keadaan dunia yang normal, kita tidak akan bisa melakukan ini, kita pasti akan dihadang oleh negara-negara maju. Saat itu, ketika kita hendak mengambil alih Freeport, banyak orang yang berbisik kepada saya: ‘Pak, hati-hati Papua. bisa lolos’,” “Pak hati-hati pak, bisa digulingkan,” kata Jokowi.

Bahkan, lanjutnya, Freeport yang saat itu dimiliki AS selama 55 tahun, tak mau membangun smelter di Indonesia. Kini diungkapkan Jokowi, setelah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) industri pertambangan PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID menguasai 51% saham Freeport, maka pabrik Smelter Freeport bisa dibangun di Gresik.

Ia menilai Indonesia terlalu banyak mengekspor bahan baku emas melalui Freeport. Bahkan, ia menilai Indonesia harus melakukan hilirisasi agar produk turunan emas bisa diproduksi di dalam negeri agar manfaat ekonominya lebih besar.

Oleh karena itu, Jokowi menjelaskan pentingnya smelter untuk hilirisasi bahan baku seperti emas. Padahal, menurut dia, smelter tersebut baru bisa beroperasi pada minggu depan.

Minggu depan akan ada dua smelter besar dengan nilai investasi sekitar Rp 50-60 triliun yang sudah beroperasi yaitu di Amman Sumbawa dan kemudian Freeport di Gresik, ujarnya.

Jokowi juga mengungkapkan, pemerintah masih berupaya meningkatkan kepemilikan saham Freeport di masa depan.

Sebagai informasi, tahun ini Freeport tengah mempersiapkan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) di Tambang Grasberg, Papua Tengah hingga tahun 2041.

Namun Freeport berpeluang memperoleh perpanjangan kontrak selama umur tambang atau sampai cadangannya habis dengan syarat tertentu dengan beberapa syarat sebagaimana diatur dalam PP No. 25/2024 

Syaratnya, harus memiliki smelter terintegrasi dalam negeri yang sudah memasuki tahap operasional dan kepemilikan sahamnya minimal 51% oleh Indonesia.

Syarat lainnya, Freeport juga harus melakukan perjanjian jual beli saham baru yang tidak dilikuidasi minimal 10% dari total kepemilikan saham BUMN dan memiliki komitmen investasi baru berupa peningkatan kapasitas smelter.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel