Bisnis.com, JAKARTA – Pengusaha dan buruh saling menaruh harapan di tengah penetapan upah yang ditetapkan Menteri Energi (Permenaker). Putusan Mahkamah Konstitusi (CC) baru-baru ini meminta Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan keputusan tentang UMP 2025 paling lambat 7 November 2024.
Operator benang fiber yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Benang dan Benang Indonesia (APSyFI) meminta pemerintah memberikan aturan pengupahan khusus pada industri padat karya.
Usulan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) pada tahun 2025 sekitar 8-10% di kalangan pekerja dinilai sangat menantang.
“Saya kira industri padat karya sebaiknya ada aturan tersendiri,” kata Presiden Umum APSyFI Redma G. Wiraswasta kepada Bisnis, Selasa (11/5/2024).
Sehubungan dengan usulan kenaikan upah buruh, ia juga menyarankan agar serikat pekerja melihat situasi industri dan meminta perhatian para anggota, terutama mereka yang bekerja dengan buruh berat.
Apalagi daya beli masyarakat semakin hari semakin terpuruk sehingga perlu dijaga. Menurut dia, daya beli bisa terjaga selama masyarakat bekerja. Dia memperkirakan daya beli masyarakat sedang menurun karena banyaknya lapangan kerja.
“Bagi karyawan kami saat ini prioritasnya adalah terus bekerja,” ujarnya.
Dari sisi dunia usaha, kata dia, dunia usaha masih membutuhkan kepastian pengupahan dalam jangka panjang, sehingga menurutnya aturan penetapan upah sebaiknya ditetapkan dengan model jangka panjang.
“Jadi kami tidak setiap tahun memperebutkan upah minimum,” imbuhnya.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah memberikan insentif berupa PPh 21 atau pengurangan penghasilan pekerja untuk menghidupkan kembali industri padat karya.
Kepala Bidang Perdagangan Apindo Anne Patricia Sutanto mengatakan, insentif pajak bagi buruh migran bisa menjadi penyegar perekonomian nasional karena mampu mendongkrak daya beli masyarakat.
“Kami meminta kepada pemerintah di masa kontraksi seperti dulu [Covid-19], untuk menaikkan PTKP [penghasilan tidak kena pajak] atau menghapuskan PPh 21 misalnya,” kata Anne. pendataan BPS
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) memastikan dalam waktu dekat akan mengirimkan data terkini ke Dewan Ketenagakerjaan Nasional (Depenas) untuk digunakan dalam penyusunan upah minimum provinsi tahun 2025 atau UMP.
Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti mengatakan BPS telah mengumpulkan data yang diminta berupa perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
“Tentu informasinya sudah kami kumpulkan dan akan kami sampaikan yang terbaru tentunya setelah rilis ini,” kata Amalia dalam keterangan BPS, Selasa (5/11/2024).
Depenas dikabarkan masih memperdebatkan penetapan upah minimum pada tahun 2025. Depenas yang terdiri dari pemerintah, dunia usaha, dan pekerja menunggu masukan dari BPS untuk melakukan simulasi penghitungan upah dengan mempertimbangkan inflasi dan perkembangan faktor ekonomi.
Menteri Energi (Menaker) Yassierli mengatakan berdasarkan perhitungan tersebut, pemerintah akan berupaya mencari solusi terbaik bagi semua pihak terkait penetapan upah minimum.
Pernyataan Yassierli ini disampaikan seiring dengan usulan penetapan upah minimum tidak mengacu pada rumusan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PR) No. 51/2023 tentang Gaji.
“Informasi dari buruh kami ambil dan kami pahami,” kata Yasierli.
Sebelumnya, Serikat Pekerja Komersial Indonesia (KSPI) membeberkan alasannya menuntut kenaikan upah tingkat provinsi atau kenaikan UMP 2025 sebesar 8-10%.
Ketua KSPI dan Partai Buruh Saeed Iqbal mengatakan, dalam lima tahun terakhir, buruh merasa dirugikan karena tidak ada kenaikan upah yang signifikan. Menurut dia, syarat gaji yang diterima para pekerja berbeda dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan TNI/Polri yang mendapat kenaikan gaji layaknya yakni 8% pada 1 Januari 2024.
“Dalam 5 tahun pekerjanya tetap sama, upah tidak naik. Bahkan pegawai negeri sipil pun berdiri. PNS, TNI, Polri [kenaikan gaji] 8%, kami setuju. Tapi kenapa pekerja swasta hanya 1,3%?” kata Iqbal.
Iqbal menjelaskan, dalam 5 tahun terakhir, upah pekerja tidak mengalami kenaikan. Dikatakannya, dalam tiga tahun pertama, biaya tenaga kerja naik 0%, yakni tidak naik, sedangkan harga barang naik 3%. Kemudian, dalam 2 tahun berikutnya, upah hanya naik 1,58%. Padahal, lanjut Iqbal, inflasi berada di angka 2,8%.
Katanya biaya tenaga kerja tidak naik, nombok artinya barang naik 2,8%, biaya tenaga kerja naik 1,58%, nombok artinya barang naik 1,3%. MK mengubah undang-undang untuk menciptakan lapangan kerja
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengubah 21 pasal dalam UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 yang tertuang dalam Putusan Nomor. 168/PUU-XXI/2023.
Secara umum perubahan tersebut berkaitan dengan tiga hal, yakni TKA, TKA, dan TKA.
Peraturan baru tersebut mengatur bahwa izin penggunaan tenaga kerja asing menjadi tanggung jawab Menteri Energi dan bukan lagi menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. Perusahaan juga harus mengutamakan tenaga kerja Indonesia untuk posisi tertentu.
Setelah itu, durasi pekerjaan tertentu tidak ditentukan oleh kontrak kerja. Pengaturan terbaru menekankan bahwa jangka waktu penyelesaian pekerjaan tertentu tidak lebih dari 5 tahun, termasuk perpanjangannya.
Terakhir, pemerintah menetapkan praktek kerja tertentu sesuai dengan jenis dan ruang lingkup pekerjaan luar yang disepakati dalam kontrak kerja tertulis.
Alasan Mahkamah Konstitusi mengubah pasal tersebut karena menguji koordinasi pasal Ciptakter dengan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang isinya masih diakui sampai saat ini. Bagian dari UU Ciptaker menghidupkan kembali UU No. 13/2003 yang sebelumnya telah diubah, termasuk mengenai penetapan upah minimum.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA