Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Studi Transportasi (Instran) pun angkat bicara soal pembangunan jalur LRT Bali yang rencananya akan dibangun di bawah tanah. 

CEO Instran Deddy Herlambang mengatakan pengembangan layanan transportasi umum di Bali sangat penting. Ia mengatakan, fasilitas angkutan umum ini lebih bermanfaat untuk mengurangi kemacetan di kawasan menuju atau dari Bandara I Gusti Ngurah Rai yang kerap padat lalu lintas.

Menurut Deddy, proyek LRT ini sebaiknya tidak dibangun di bawah tanah sesuai rencana studi kelayakan yang ada. Pasalnya, membangun sistem kereta bawah tanah membutuhkan biaya yang sangat mahal.

“Tidak perlu dibangun LRT underground karena terlalu mahal, dana kita tidak cukup. Apalagi sekarang situasi utang sedang berat,” kata Deddy saat dihubungi ai, Jumat (7/6/2024). .

Deddy mengatakan, jalur LRT Bali bisa dibangun sesuai dengan tanah (at grade) atau setinggi peraturan di kawasan tersebut.

Dia mencontohkan, flyover LRT bisa dibangun dengan ketinggian 15 meter. Sementara itu, tradisi budaya Bali mengatakan bangunan di atas 15 meter tidak diperbolehkan.

Namun, menurutnya, jalur LRT Bali harus dibangun dari nol. Hal ini dikarenakan harga yang digunakan pada sistem ini lebih rendah dibandingkan dengan harga di atas atau di bawah.

Mengingat situasi di Bali, sebaiknya jalur LRT ada di jembatan, karena lebih mudah dan tidak merusak wajah kota, kata Deddy.

Sebelumnya, Direktur Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Risal Wasal mengatakan, LRT Bali tahap 1A direncanakan sepanjang 6,04 kilometer.

Jalur LRT rencananya akan membentang dari Bandara I Gusti Ngurah Rai hingga Sunset Road. Proyek LRT Bali akan dibangun di bawah tanah. Pada tahap pertama ini, LRT Bali memiliki 5 pemberhentian yaitu Bandara Ngurah Rai, Kuta, Pura Desa Adat, Central Park, dan Sunset Road Risal. Disebutkan, nilai investasi proyek ini sekitar USD 876 juta atau setara. 14,2 miliar.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel