Bisnis.com, Jakarta – Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemlu) menyoroti tiga poin penting yang harus diikuti pemangku kepentingan dalam melaksanakan transisi energi di berbagai negara.
Hal tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat memberikan sambutan pada hari kedua Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di JCC Senayan pada Jumat (6/9/2024).
Retno mengatakan transisi energi global dimulai dengan serangkaian langkah, termasuk pengembangan ekonomi hijau, untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada tahun 2030.
“Tingkat investasi transisi energi saat ini tidak cukup untuk membawa dunia menuju net zero pada pertengahan abad ini,” kata Retno.
Untuk itu, Indonesia berupaya mendorong kerja sama yang berkelanjutan untuk mencapai tujuan SDG dan mengimplementasikan Perjanjian Paris melalui forum diplomatik.
Dalam hal ini, Retno menyebutkan 3 poin penting yang patut kita ikuti bersama. Pertama, investasi dan pengembangan ekonomi hijau. Namun, dia mengakui perlunya dukungan teknologi dan pendanaan yang signifikan.
“Dalam hal ini banyak sekali inisiatif pembiayaan yang berkelanjutan dan inovatif. Kami hadirkan kepemimpinan Indonesia di G20 pada tahun 2022. Pada masa kepemimpinan G20, Indonesia memperkenalkan JETP dan juga ikut mensponsori Asian Zero Emission Community (AZEC), katanya.
Terkait inisiatif ini, Retno mengatakan Indonesia memandang teknologi hijau sebagai barang publik. Melalui ISF 2024, Retno mengajak sektor swasta untuk berinvestasi dalam pengembangan teknologi ramah lingkungan yang terjangkau dan efisien.
Kedua, Retno telah membantu memanfaatkan potensi besar ekonomi biru. Hal ini karena ekonomi biru menghasilkan lebih dari $1,5 triliun per tahun dan hampir 30 juta lapangan kerja.
“Untuk membuka potensi ekonomi biru, Indonesia meluncurkan Peta Jalan Ekonomi Biru 2023-2045. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pembangunan ekonomi selaras dengan perlindungan laut dengan mengembangkan sektor-sektor utama seperti budidaya perikanan dan hilirisasi perikanan,” ujarnya. .
Ketiga, Retno mengajak kita fokus pada penyerapan karbon. Menurutnya, pembicaraan mengenai pengurangan emisi erat kaitannya dengan penyerapan emisi itu sendiri.
Sebagai negara dengan hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia mempunyai kemampuan menyerap emisi dalam jumlah besar.
“Dengan tingkat deforestasi terendah dalam 20 tahun terakhir, bisa dipastikan Indonesia berada di jalur yang benar,” tambahnya.
Indonesia juga telah mengadopsi strategi jangka panjang untuk rendah karbon dan ketahanan iklim pada tahun 2050 dan peta jalan untuk mencapai target emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih awal.
Sementara itu, Retno mencatat bahwa pada tahun 2023 transisi energi global telah tercapai dan investasi energi bersih global telah meningkat sebesar 17% dan melampaui USD 1,7 triliun.
Salah satu bidang yang mengalami tren berkembang adalah sektor kendaraan listrik (EV). “Sejak tahun 2020, investasi di sektor ini meningkat hampir 5 kali lipat dan mencapai 634 miliar dolar AS,” ujarnya.
Investasi pada rantai pasokan energi ramah lingkungan telah mencapai USD 135 miliar secara global dan diperkirakan akan tumbuh hingga USD 259 miliar pada tahun 2025.
Hal ini menunjukkan bahwa energi terbarukan adalah bahan bakar masa depan, energi bukan lagi sebuah komoditas, namun menjadi penggerak pembangunan ekonomi, dan semua negara sedang bergerak menuju transisi ekonomi rendah karbon, dan Indonesia ingin menjadi bagian darinya.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel