Bisnis.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan perkembangan kasus fintech peer-to-peer (P2P) pencetus pinjaman, PT Industri Radhika Jaya (Investry), yang menghadapi permasalahan non-pembayaran dan dugaan penipuan. .

Sejauh ini Investree gagal memenuhi ketentuan minimum ekuitas Rp 2,5 miliar, kata Direktur Eksekutif Pengawasan Lembaga Keuangan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Pembiayaan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML), OJK Agusman.

Padahal, Investree sebelumnya berjanji akan melakukan restrukturisasi yang dilakukan melalui suntikan modal dari investor. Salah Satu Pendiri/Direktur Investree Singapore Pte. Ltd., Kok Chuan Lim mengatakan pada awal tahun 2024 pihaknya berharap rencana restrukturisasi dapat segera diselesaikan dengan menyuntikkan saham baru dari investor.

Meski demikian, Agusman mengatakan pemegang saham dan manajemen tetap berkomitmen menyelesaikan pelanggaran yang dilakukan Investi sebelum sanksinya berakhir.

Selain itu, pihaknya tetap berkomitmen untuk terus memantau perkembangan dan langkah perbaikan yang dilakukan Investree.

“OJK juga sedang menyelidiki dugaan penipuan di Investree dan menindaklanjutinya sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum,” kata Agusman dalam tanggapan tertulisnya, Rabu (15/5/2024).

Sebelumnya, Agusman juga mengisyaratkan pihaknya tak segan-segan memberikan sanksi bahkan pembatalan izin kerja seperti yang terjadi pada PT Tani Madani Indonesia Fund (TaniFund).

“Jika tidak memenuhi komitmen dalam jangka waktu yang telah disepakati, OJK dapat menegakkan kepatuhan dengan memberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis kemudian dikenakan pembatasan kegiatan usaha, bahkan pembatalan izin usaha seperti TaniFund,” jelasnya.

Dalam POJK Nomor 10 Tahun 2022, OJK dapat mengenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis berkala sebanyak-banyaknya tiga kali dengan masa berlaku paling lama dua bulan. Kemudian tetap memberlakukan pembatasan kegiatan komersial untuk jangka waktu paling lama enam bulan. Izin tersebut kemudian dicabut.

Dalam tahap pengembangan, masih ada enam dari 101 penyedia pinjaman P2P yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimal Rp 2,5 miliar.

Regulator juga terus mengambil langkah-langkah yang diperlukan terkait kemajuan rencana bisnis untuk memenuhi kewajiban minimum ekuitas dalam bentuk suntikan modal dari pemegang saham maupun dari investor strategis terpercaya serta pengembalian izin usaha.

Hingga saat ini, terdapat beberapa entitas penyedia fintech pinjaman yang saat ini berada dalam pengawasan ketat OJK karena tingkat TWP yang melebihi batas kewajaran, pemenuhan modal minimum, dan faktor lain terkait pemenuhan masalah kepatuhan.

Badan pengawas juga telah melakukan tindakan pengawasan, termasuk memberikan sanksi administratif apabila terdeteksi adanya pelanggaran terhadap ketentuan.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel