Bisnis.com, Jakarta – Imbal hasil obligasi 10 tahun Singapura turun menjadi sekitar 3,28% dari level tertinggi enam bulan di 3,47% pada bulan lalu. Ada kemungkinan penurunan lebih lanjut pada imbal hasil ini.

Penurunan imbal hasil obligasi ini diimbangi dengan peningkatan bunga surat utang pemerintah pulau tersebut. Investor melihat inflasi inti lokal yang turun ke level terendah dalam dua tahun akibat pelonggaran kebijakan Federal Reserve (Fed) dan pengetatan kebijakan moneter Singapura sebagai sinyal penguatan.

Ekonom DBS Group Holdings Eugene Leo mengatakan pasar menyadari hambatan The Fed untuk menaikkan suku bunga terlalu tinggi, sehingga investor kembali ke sekuritas utang. “Ada banyak ketakutan mengenai umur panjang dan ini telah menyebar ke sekuritas pemerintah Singapura selama beberapa minggu terakhir,” ujarnya, dilansir Bloomberg, Jumat (10/5/2024).

Meningkatnya optimisme terhadap obligasi Singapura juga terlihat pada lelang utang. Lelang SGS tenor 10 tahun pada tanggal 26 April mencapai rasio bid-to-close sebesar 1,99x, tertinggi untuk jangka waktu tersebut sejak penjualan Juli 2022.

Obligasi Singapura telah memberikan imbal hasil sebesar 1,5% kepada investor yang didukung dolar bulan ini, menurut Indeks Bloomberg. Angka tersebut merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara setelah Korea Selatan, Indonesia, dan Filipina.

Membalikkan kerugian 7% dalam empat bulan pertama tahun ini.

Bank Sentral Singapura (MAS) telah menunda kebijakannya selama empat keputusan berturut-turut hingga April 2024. Kebijakan suku bunga berbeda dari lima pertemuan sebelumnya dan kembali ketat. Kebijakan restriktif ini berarti dolar Singapura menguat terhadap mitra dagangnya, sehingga membantu meringankan tekanan inflasi dan menurunkan imbal hasil obligasi.

Tingkat inflasi inti Singapura turun menjadi 3,1% tahun-ke-tahun di bulan Maret karena jatuhnya harga pangan, setelah mencapai level tertinggi dalam tujuh bulan sebesar 3,6% di bulan Februari.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel