Bisnis.com, JAKARTA – Sektor asuransi akan mencapai kinerja pertumbuhan terbaiknya pada Agustus 2024 atau akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo. Memasuki era pemerintahan baru, pemerintahan di bawah Prabowo Subianto sedang menyiapkan peta aksi atau jalan menuju tujuan tinggi bagi pertumbuhan sektor asuransi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sektor agunan sebesar Rp418,13 triliun per Agustus 2024. Angka tersebut meningkat 11,98% (YoY) dari Rp373,39 triliun pada Agustus 2023 atau 0,73% (as/MtM) dari Rp415,09 triliun pada Juli 2024.
Secara sektoral, agunan perusahaan manufaktur tercatat sebesar Rp308,85 triliun per Agustus 2024, tumbuh 8,14% (YoY) atau 0,24% (MtM). Sedangkan non manufaktur sebesar Rp 109,27 naik 24,45% (YoY) atau 2,16% (MtM). Secara persentase, sisa penjaminan pada sektor usaha industri pengolahan pada Agustus 2024 sebesar 73,87%.
Dari sisi pendapatan industri, total pendapatan industri jasa asuransi (IJP) sebesar Rp7,71 triliun per Agustus 2024, naik 13,56% (year-on-year) dari Rp6,79 triliun pada Agustus 2023. IJP keseluruhan bulanan. pendapatan juga tumbuh sebesar 13,69% (MtM) dari Rp 6,78 triliun.
Mengutip laman Take Your Money OJK, jaminan merupakan fitur yang melindungi risiko kerugian yang mungkin terjadi, dan risiko tersebut harus diukur secara finansial. Penjamin menyanggupi untuk membayar kewajiban keuangan tertanggung kepada penjamin apabila tertanggung tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya berdasarkan kontrak yang telah disepakati.
Lembaga penjaminan menjalankan kegiatan usaha seperti penjaminan kredit atau keuangan, penjaminan pinjaman koperasi, penjaminan obligasi, penjaminan transaksi komersial, dan penjaminan harga aset.
Skala industri tercermin dari tingkat penetrasi industri garansi, yaitu persentase jumlah garansi yang beredar dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB). Sayangnya, penetrasi sektor asuransi di Indonesia masih rendah dibandingkan negara maju dan jauh lebih rendah dibandingkan negara tetangga.
OJK mencatat hingga tahun 2023, porsi penjaminan Indonesia masih sebesar 2,60%, tertinggal dibandingkan beberapa negara maju seperti Korea yang sudah sebesar 7,40%, Jepang sebesar 7,30%, Taiwan dan Spanyol sebesar 6,70%. Faktanya, Malaysia mencatatkan pangsa asuransi sebesar 5,05%, dua kali lipat dari Indonesia.
Pinjaman, pembiayaan, pinjaman koperasi dan perdagangan sebenarnya sangat tinggi di Indonesia. Namun rendahnya cakupan asuransi menunjukkan masih sedikitnya pekerjaan yang harus ditanggung. Dijamin target masuk terbaik era Prabowo
Seperti diketahui, pada masa pemerintahan Prabowo-Gibrani, target pemerintah pada tahun 2028 adalah asuransi 3,5%. Artinya, penyebaran asuransi harus meningkat hingga sepertiga dari situasi saat ini.
Selain memasuki pasar, target pemerintah adalah memiliki portofolio penjaminan unit usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK) sebesar 90% pada tahun 2028.
Dalam rencana aksi pengembangan dan penguatan sektor penjaminan Indonesia tahun 2024-2020, OJK menguraikan tantangan berat yang harus dihadapi industri penjaminan dalam negeri dalam lima tahun ke depan. Salah satunya adalah persaingan pasar dengan perusahaan asuransi umum yang menghambat pertumbuhan industri lembaga penjaminan dalam memberikan jaminan kredit atau keuangan sebagai bisnis inti.
Secara historis, tahun 2020-2023 Data tahun 2018 yang beredar bahwa penjaminan belum mampu mengatasi sisa kesenjangan kredit/pembiayaan bagi UKM. Misalnya pada tahun 2023, UMKM memiliki saldo kredit/ekuitas sebesar Rp1.457 triliun, namun agunan yang beredar hanya Rp423 triliun. Pada saat yang sama, pendapatan IJP tidak mampu mengejar pendapatan premi asuransi pertanggungjawaban. Misalnya pada tahun 2023, premi asuransi pertanggungjawaban sebesar Rp30,76 triliun (80%) dan IJP hanya Rp7,92 triliun (20%).
Sebelumnya, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), Abitani Taim menilai persaingan pasar antara industri asuransi umum dan industri penjaminan sehat jika kedua industri tersebut memiliki kapasitas yang sama.
“Persaingan itu baik ketika keterampilan, tenaga, dan pelayanan menjadi sarana persaingan. Harapan yang sama juga dimiliki oleh perusahaan atau perusahaan asuransi,” kata Abitani kepada Bisnis, Minggu (22/9/2024).
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel