Bisnis.com, Jakarta – Sejak diumumkannya Peraturan Presiden (Perpres). 55/2019 Terkait kebijakan pengembangan kendaraan listrik ramah lingkungan dan turunannya, pemerintah berulang kali membatalkan kebijakan tersebut. Dalam waktu yang relatif singkat, peraturan telah berubah dengan cepat sehingga membuat komitmen investasi jangka panjang menjadi tidak pasti.

Awalnya, regulasi mengenai pengembangan mobil listrik mendorong produsen dengan tingkat investasi tertentu. Kebijakan tersebut terintegrasi dengan peraturan TKDN, termasuk peta jalan pembangunan.

Namun, ada beberapa revisi baru-baru ini. Oleh karena itu, subsidi impor juga dibatasi, terutama untuk kendaraan listrik murni. Saat ini, perbedaan manfaat antara kendaraan listrik produksi lokal dengan kendaraan impor penuh hanya terkait tarif pajak pertambahan nilai (PPN).

Awalnya hanya Hyundai dan Wuling yang mampu mematuhi peraturan pemerintah. Belakangan ini, dengan diberlakukannya kebijakan baru ini, berbagai merek seperti BYD, VinFast dan Neta sudah mulai memasuki pasar.

Franciscus Soerjopranoto, Chief Operating Officer Hyundai Motor Indonesia, mengatakan peraturan baru tentang mobil listrik kurang tepat, terutama bagi perusahaan yang sudah banyak berinvestasi di Indonesia.

Sebab, Keputusan Presiden Republik Kazakhstan Nomor 79 Tahun 2023 (perubahan dan penambahan Keputusan Presiden Republik Kazakhstan Nomor 55) dan peraturan turunannya mengecualikan impor CBU, CKD, dan IKD listrik. mobil dari bea masuk dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM).

“Rencana perubahan aturan selanjutnya juga membuat kami tidak nyaman,” ujarnya, Sabtu (11/5/2024).

Selain itu, Hyundai telah menginvestasikan $3 miliar dalam ekosistem EV dan memiliki tiga pabrik di negara tersebut.

Yang pertama adalah Hyundai Motor Manufacturing Indonesia yang berbasis di Cikarang, yang akan meningkatkan produksi kendaraan listrik hingga 70.000 unit per tahun.

Lalu ada HLI Green Power yang merupakan perusahaan patungan antara Hyundai Motor dan LG Energy Solutions.

Investasi Hyundai Motor di pabrik baterai sekitar USD 1,1 miliar atau setara Rp 17,03 triliun (kurs Rp 15.487). Pabrik ini juga mampu memproduksi 10 GWh sel per tahun dan perluasan sedang dilakukan untuk menjadikan total produksi menjadi 20 GWh.

Selain itu, Hyundai Energy Indonesia (HEI) masih memiliki investasi sebesar USD 60 juta (setara Rp 929,22 miliar) untuk pengembangan manufaktur sistem baterai. Kedepannya, pabrik tersebut mampu memproduksi 50.000 sistem baterai per tahun.

“Rencana perubahan aturan selanjutnya juga membuat kami tidak nyaman,” ujarnya, Sabtu (11/5/2024). Kebijakan kendaraan listrik

Menyikapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlanga Hartarto akan menggelar pertemuan dengan Dirut Hyundai Motor pada pekan depan.

Merek Korea tersebut telah menyuarakan keluhannya tentang kebijakan kendaraan listrik yang tidak konsisten.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pemerintah akan memberikan banyak insentif finansial untuk mendorong popularitas kendaraan listrik di Indonesia.

Ia mengaku belum mengetahui detail protes Hyundai. Namun, ia memastikan kepada Airlang akan bertemu dengan pimpinan Hyundai untuk membicarakan berbagai persoalan.

“Kami dan Menko [Eirlanga] akan bertemu dengan pimpinan Hyundai Motor minggu depan. “Mungkin berbagai pembahasan bisa kita selesaikan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (15 Mei 2024).

Di sisi lain, Wuling tetap yakin Indonesia bisa mengatasi dampak merek mobil listrik baru dengan membebaskan bea masuk dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) sesuai Perpres Nomor 79 Tahun 2023.

Direktur Penjualan dan Pemasaran Vuling Auto Dian Asmahani mengatakan perseroan telah menanamkan dana investasi alternatif senilai lebih dari USD 1 miliar senilai Rp 16,07 triliun (kurs Rp 16.070) dan membuktikan kehadirannya pada Juli 2017.

Selain itu, Wuling akan memproduksi tiga produk kendaraan listrik: Air EV, Bingo EV, dan Cloud EV. Selain itu, semua produk memiliki komponen dalam negeri atau TKDN minimal 40% dan menikmati potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 40%.

“Kami yang pertama masuk ke Indonesia dan melakukan investasi ini. Ada keuntungan yang tidak dimiliki merek yang baru masuk ke Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Rabu (15 Mei 2024).

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA