Bisnis.com, JAKARTA – Aliran penyertaan modal masyarakat (PMN) pada tahun anggaran 2024 dinilai tidak tepat sasaran dan mengalir ke banyak BUMN yang sedang kesulitan. 

Dalam rapat kerja antara Komisi XI DPR dan Kementerian Keuangan, legislator menyetujui sebagian usulan modal negara untuk beberapa BUMN. Usulan pemerintah tersebut tidak sepenuhnya disetujui karena kinerja beberapa BUMN buruk. 

Misalnya, DPR hanya menyetujui PMN Rp 5 triliun untuk Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Angka tersebut kurang dari separuh usulan pemerintah sebesar Rp 10 triliun. Pasalnya, Eximbank masih merugi bahkan ada tanda-tanda penipuan.

Selain itu, legislator menyetujui PMN nontunai bagi BUMN yang bermasalah. Salah satunya adalah PT Varuna Tirtha Prakasya (Persero) yang berstatus pasien PT Perusahaan Pengelola Aset atau PT PPA dan disebut-sebut pernah terancam likuidasi sebelumnya. 

Gerry Gunawan, Pengamat BUMN dari Datanesia Institute, mengatakan pada prinsipnya pemerintah menanamkan PMN pada BUMN. Salah satu tujuannya adalah untuk mendukung pembangunan perekonomian nasional. 

“Itu prinsipnya. Namun ada kecenderungan menyimpang dalam perkembangannya. PMN itu bukan untuk peruntukannya, melainkan untuk menutup kerugian BUMN,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (03/07). /2024). 

Dia mencontohkan Varuna Tirtha yang mengalami kerugian pada tahun 2019 hingga 2022. Menurut dia, tidak perlu terburu-buru mengucurkan modal negara ke BUMN yang inferior.

“Kalau kita lihat contoh Varuna, organisasi ini tidak perlu seperti BUMN. Banyak, bahkan di sektor keuangan pun ada yang setiap tahun menerima PMN, misalnya IFG atau BPUI. Kenapa harus dikelola negara? industri asuransi? Biarkan swasta yang mengelolanya, katanya. 

Gerry berpendapat, PMN sebaiknya dikembalikan melalui skema berbasis proyek atau program pemerintah. Misalnya saja dalam hal infrastruktur jalan skala ekonomi kecil, pemerintah bisa mengalokasikan BUMN pada sektor tersebut dengan bantuan PMN. 

“Penggunaan PMN juga harus ditinjau setiap tahunnya. “Harus ada audit khusus terhadap penggunaan dan dampak PMN terhadap tata kelola pemerintahan yang baik sebelum dibayarkan kembali,” ujarnya.  

 

Berikut rincian pembayaran PMN tunai dan nontunai dalam APBN 2024: 

 

PMN tunai 

1. PT Sarana Multigriya Keuangan (Persero): Rp 1,89 triliun 

2. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia: Rp5 triliun 

3. PT Kereta Api Indonesia (Persero): Rp2 triliun 

4. PT Industri Kereta Api Indonesia: Rp965 miliar 

5. PT Hutama Karya (Persero): Rp1 triliun 

6. PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero): Rp1,5 triliun 

7. Liabilitas jaminan negara: Rp635 miliar 

 

PMN tanpa uang tunai 

1. PT Hutama Karya (Persero): Barang Milik Negara (BMN) senilai Rp 1,93 triliun 

2. PT Len Industri (Persero): konversi utang Rp649,22 miliar 

3. PT Bio Farma (Persero): Nilai wajar BMN Rp 68 miliar 

4. PT Sejahter Eka Graha: Nilai wajar BMN Rp 1,22 triliun 

5. PT Varuna Tirta Prakasya (Persero): Nilai BMN Rp 24,12 miliar 

6. PT ASDP Indonesia Ferry (Persero): BMN dengan nilai wajar Rp367,53 miliar

7. Perum DAMRI: BMN dengan nilai wajar Rp460,72 miliar 

8. Perum LPPNPI/Airnav Indonesia: BMN dengan nilai wajar Rp301,89 miliar 

9. PT Pertamina (Persero): BMN dengan nilai wajar Rp4,18 triliun 

10. PT Perkebunan Nusantara III (Persero): BMN dengan nilai wajar Rp 828,36 miliar 

11. Berbentuk Perum Perumnas: BMN dengan nilai wajar Rp1,1 triliun 

12. PT Danareksa (Persero): Nilai wajar BMN Rp3,34 triliun.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel