Bisnis.com, JAKARTA – Kenaikan suku bunga global membawa berbagai dampak bagi perbankan Indonesia, termasuk peningkatan kualitas pinjaman perbankan dalam negeri. 

Dian Ediana Rae, Direktur Jenderal Pengawasan Perbankan OJK, mengatakan kenaikan suku bunga di seluruh dunia dan fluktuasi nilai tukar membuat biaya mata uang asing menjadi lebih tinggi bagi perusahaan.

“Dari sisi intermediasi, hal ini berdampak positif terhadap pertumbuhan pinjaman perbankan Indonesia, terutama dari sisi pinjaman produktif, karena daya tarik pinjaman bank dalam negeri akan semakin menarik perusahaan-perusahaan dalam negeri”. katanya secara tertulis. Senin (15.7.2024).

Meningkatnya suku bunga global, khususnya FFR, membuat investasi pada Treasury AS semakin menarik karena imbal hasil yang tinggi didukung oleh nilai tukar dolar AS yang bisa mencapai 5,25% hingga 5,75%. 

Hal ini menambah nilai dolar AS sehingga menyebabkan mata uang lain, termasuk mata uang, terdepresiasi. Nilai tukar dolar cenderung menguat sedangkan nilai tukar mata uang terhadap dolar sangat fluktuatif dengan kecenderungan melemah dalam enam bulan terakhir.

Sementara itu, guna memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah, salah satu dampak kenaikan suku bunga global adalah suku bunga acuan Indonesia dinaikkan secara bertahap dari 3,50% menjadi 6,25% atau delapan kali lipat dalam waktu kurang dari dua tahun. . 

Selain itu, Dian menjelaskan kenaikan suku bunga juga berdampak pada peningkatan biaya pembiayaan perbankan atau bunga simpanan. 

“Di sisi lain, perbankan di Indonesia sangat berhati-hati dalam menaikkan suku bunga kreditnya, padahal suku bunga cenderung meningkat sehingga dapat memberikan tekanan pada keuntungan perbankan,” ujarnya.

Namun, Dian mengatakan, mengingat profitabilitas perbankan yang sangat baik dan terus ditopang oleh pertumbuhan kredit, maka return on asset (ROA) dan laba bersih (NIM) perbankan masih tinggi meski sudah terlihat. sedikit penurunan. 

Selain itu, OJK juga menyebut pertumbuhan uang masih rendah dibandingkan pertumbuhan pinjaman, meski pertumbuhan uang simpanan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.

Terpantau pada Mei 2024, pinjaman meningkat dua digit sebesar 12,15% mencapai 7,376 triliun. Dampaknya, ekuitas swasta (DPK) meningkat 8,63% year-on-year menjadi 8,6999 triliun, sedangkan giro meningkat 15,53% year-on-year. 

OJK juga melaporkan, laju pertumbuhan tabungan, khususnya deposito, juga berdampak pada banyak instrumen investasi lain selain deposito perbankan. Kesenjangan antara pertumbuhan kredit dan DPK menyebabkan bank harus menjual surat berharga dan mengurangi alat likuid. 

“Hal ini juga memberikan tekanan pada kinerja perbankan, yang terlihat dari penurunan jumlah rekening bank, meski masih dalam level yang lebih tinggi dan lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi,” ujarnya. 

Berdasarkan dokumen OJK, Aset Air/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) kini sebesar 25,78% per Mei 2024, atau akan turun menjadi 27,52% per Mei 2023, meski angka tersebut lebih tinggi dari 10%. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan Jaringan WA