Bisnis.com, Jakarta – Indonesia menekankan pentingnya parameter rinci dan investigasi lapangan untuk pemantauan hutan yang akurat, terutama dalam pengambilan kebijakan. Selain itu, kebijakan yang memiliki dampak lebih luas seperti Peraturan Bebas Deforestasi/EUDR UE.

Menurut Elu Dohon, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, media dan informasi yang akurat sangatlah penting, terutama jika menyangkut kebijakan yang berdampak pada perekonomian global. Misalnya, kebijakan EUDR hanya didasarkan pada parameter makro dan umum.

“EUDR harus mempertimbangkan perlunya parameter yang lebih rinci dan investigasi lapangan. Kami dapat mengembangkan hal ini lebih lanjut melalui sistem pemantauan hutan yang kuat.” 

Agus Justianto, Plt Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menambahkan hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu menggambarkan keadaan lapangan dengan akurasi sangat tinggi.

Oleh karena itu, kata dia, pengawasan hutan perlu ditingkatkan melalui pemeriksaan lapangan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh.

Menurut dia, tujuan penyelidikan lapangan adalah untuk memastikan kondisi sebenarnya tutupan lahan di lapangan. Tidak hanya itu, pengendalian tersebut juga bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan keakuratan data tutupan hutan.

“Pengendalian lapangan juga diperlukan untuk memperoleh data dan informasi baru di lapangan yang tidak dapat dideteksi hanya dengan menggunakan citra satelit penginderaan jauh,” jelasnya.

Agus mengatakan Indonesia menggunakan teknologi penginderaan jauh untuk memantau sumber daya hutan guna mendukung pengelolaan hutan lestari di tingkat pengelolaan hutan, bahkan menggunakan citra satelit resolusi tinggi. 

Saat ini Indonesia membagi tutupan lahan menjadi 23 kategori berdasarkan kondisi lapangan. Hal ini mencakup wilayah tutupan hutan dan wilayah bukan tutupan hutan.

“Semua data tutupan lahan menjadi pertimbangan utama dalam merumuskan pedoman untuk mendukung praktik pengelolaan hutan lestari,” ujarnya.

Seluruh data spasial untuk pemantauan hutan Indonesia saat ini terwakili secara akurat oleh Sistem Pemantauan Hutan Nasional (SIMONTANA). Melalui SIMONTANA, kata Agus, Indonesia dapat menunjukkan kepada dunia data laju deforestasi yang dapat diandalkan secara ilmiah. 

Sementara itu, Matthew Henson, profesor di Departemen Geosains Universitas Maryland, AS, mengungkapkan hasil pemantauan platform Global Forest Watch berbasis penginderaan jauh menunjukkan keberhasilan Indonesia dalam membalikkan tren deforestasi dibandingkan negara lain seperti Brazil. . Republik Demokratik Kongo dan Bolivia mengalami peningkatan deforestasi.  

Hanson yang juga merupakan tokoh pemantau hutan global mengatakan, pemantauan dengan menggunakan standar IPCC menunjukkan penurunan laju deforestasi di Indonesia secara drastis. 

“Selama tujuh tahun terakhir, laju deforestasi di Indonesia telah turun sekitar sepertiganya,” ujarnya. 

Mereka sepakat mengenai pentingnya meningkatkan akurasi dan mengurangi bias dalam pemantauan tutupan hutan. Ini termasuk pentingnya uji lapangan.

Direktur Jenderal Persatuan Pengusaha Hutan Indonesia Profesor Indroyono Sosilo mengatakan pelaku usaha pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) memantau sumber daya hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini mencakup penetapan batas wilayah, pemantauan rencana aksi tahunan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. 

Dia mengatakan hal ini telah membantu mengurangi deforestasi di negara tersebut. 

“Keterlibatan multipihak dalam pemantauan hutan, termasuk anggota APHI, telah membantu mengurangi laju deforestasi di Indonesia,” ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel