Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Alas Kaki Indonesia (Aprisindo) masih kebingungan dengan maraknya produk alas kaki impor ilegal yang membanjiri pasar dalam negeri. Bahkan, kebijakan larangan dan pembatasan impor (lartas) sudah diterapkan.

Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri mengatakan barang palsu atau KW, barang impor yang tidak membayar pajak, dan barang impor dengan harga sangat murah, serta impor sepatu bekas dinilai terlalu rendah. 

“Kami ingin mengingatkan pemerintah, pada lebaran kemarin kita mengalami penurunan penjualan karena adanya produk impor ilegal,” kata Firman, Rabu (22/5/2024).

Menjelang tahun ajaran baru atau back to school, Aprisindo tidak ingin lagi pangsa pasar alas kaki nasional diambil alih oleh produk impor ilegal. Oleh karena itu, pemerintah harus segera membatasi barang ilegal yang beredar di pasar dalam negeri.

Ia meminta pemerintah kembali memberantas produk bekas atau impor sepatu bekas seperti yang dilakukan menjelang Lebaran 2023. Proses penertiban barang bekas saat itu diharapkan berhasil mendongkrak pembelian sepatu di tingkat nasional.

“Kami juga mempunyai data apa saja yang dilakukan pemerintah pada tahun 2018. Pada tahun 2018, data tersebut menunjukkan terjadi penurunan impor ilegal yang sangat signifikan, sehingga kami berharap apa yang dilakukan pada tahun 2018 dan 2023 dapat terulang kembali,” ujarnya.

Sebagai informasi, impor sepatu ilegal terlihat dari selisih data impor dan ekspor produk sepatu, salah satunya dari China.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), data impor Indonesia dari Tiongkok tercatat sebesar $484,3 juta pada tahun 2022. Sementara data ITC menunjukkan ekspor sepatu Tiongkok ke Indonesia bernilai lebih dari $1,2 miliar.

Hal serupa juga terjadi pada tahun 2021, dimana data BPS impor alas kaki (HS 64) ke Tiongkok sebesar $369,6 juta. Sementara itu, ekspor Tiongkok ke Indonesia bernilai hampir $800 juta, menurut ITC.

“Kami berharap penegakan hukum dan pemusnahan barang-barang yang sudah masuk ke pasar dalam negeri dan dijual dengan harga murah akan mengubah ‘perilaku konsumen kita’ sehingga konsumen menjadi sadar merek,” ujarnya.

Pasalnya, pasar lokal dan produsen lokal besar maupun kecil yang fokus pada pasar dalam negeri sedang mengalami penurunan. Kapasitas industri nasional untuk pasar dalam negeri juga turun hingga tersisa 30%.

Oleh karena itu kami mohon agar segera dilakukan pengecekan terhadap barang-barang yang beredar, baik yang diperjualbelikan secara offline maupun online, tutupnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel