Bisnis.com, JAKARTA – Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi naik perkiraan pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan India. Faktanya, kedua negara Asia tersebut diperkirakan akan menyumbang hampir setengah pertumbuhan global pada tahun ini. 

World Economic Outlook (WEO) Dana Moneter Internasional (IMF) bulan Juli 2024 yang dirilis pada Selasa (17/07) merevisi perkiraan pertumbuhan Tiongkok untuk tahun ini menjadi 5%. Alasan peningkatan perkiraan ini adalah konsumsi swasta dan ekspor yang kuat pada kuartal pertama tahun 2024. 

Namun tahun depan, Dana Moneter Internasional memperkirakan perekonomian Tiongkok akan melambat menjadi 4,5% dan terus melambat menjadi 3,3% pada tahun 2029 dalam jangka menengah. 

Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) secara keseluruhan memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan mencapai 3,2% pada tahun 2024 dan 3,3% pada tahun 2025. Angka ini tidak berubah dari perkiraan WEO pada bulan April 2024. 

“Inflasi harga jasa memperlambat kemajuan disinflasi, sehingga sulit untuk menormalkan kebijakan moneter. Risiko kenaikan inflasi telah meningkat, yang meningkatkan kemungkinan kenaikan suku bunga yang lebih tinggi lagi,” lapor Dana Moneter Internasional.

Sementara itu, Dana Moneter Internasional juga menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi India pada tahun fiskal 2024-2025 menjadi 7 persen dari 6,8 persen, karena membaiknya konsumsi swasta, khususnya di pedesaan India. Dana Moneter Internasional belum merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi India untuk tahun keuangan 2025-2026 menjadi 6,5%.

Reserve Bank of India (RBI) juga menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi India untuk tahun keuangan 2024/25 menjadi 7,2% dari 7%, didorong oleh peningkatan konsumsi swasta, investasi yang kuat, dan peningkatan ekspor.

Perekonomian Tiongkok melambat pada kuartal II-2024

Di masa lalu, perekonomian Tiongkok tumbuh pada laju terburuk dalam lima kuartal karena upaya untuk meningkatkan belanja publik gagal. 

Produk domestik bruto (PDB) Tiongkok tumbuh sebesar 4,7% (y/y) pada kuartal kedua tahun 2024, lebih rendah dari perkiraan rata-rata ekonom sebesar 5,1%. 

Tak hanya itu, penjualan ritel juga tumbuh paling lambat sejak Desember 2022. Hal ini menunjukkan serangkaian upaya pemerintah tidak banyak berbuat untuk mendongkrak konsumsi di Tiongkok. 

“Pemerintah harus mempertimbangkan lebih banyak dukungan kebijakan untuk mencapai target pertumbuhan tahunan sekitar 5% setelah data kuartal kedua mengecewakan,” jelas ekonom Crédit Agricole CIB Hong Kong Xiaojia Zhi, dikutip Bloomberg, Senin (15/2024).

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel