Bisnis.com, Jakarta – Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI) memperkirakan keputusan pemerintah menaikkan harga MinyaKita akan merugikan masyarakat.

Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI, mengatakan rencana penambahan HET pada MinyaKita sebaiknya ditinggalkan karena tidak bermanfaat bagi masyarakat sebagai konsumen. Penyebabnya, perekonomian negara sedang kurang baik.

Saat dihubungi, Senin (21/7/2024), Thullus mengatakan: “Di tengah gejolak ekonomi, daya beli sedang terpuruk, itulah sebabnya HET MinyaKita dinaikkan.”

Ia juga menyatakan, kenaikan HET MinyaKita tentunya akan merugikan daya beli masyarakat berpendapatan rendah. Jika kenaikan harga MinyaKita di masyarakat tidak dikendalikan maka risikonya akan semakin besar.

Tullus, sebaliknya, mengatakan minyak goreng sudah menjadi kebutuhan sosial. Oleh karena itu, diperlukan intervensi pemerintah untuk mencapai harga yang terjangkau dan terjangkau.

Padahal, menurut Tullus, pengembangan HET yang dilakukan MinyaKita menjadi isu kontroversial di tengah posisinya sebagai produsen minyak sawit mentah (CPO) terbesar di Indonesia.

“Kecuali kita importir produk CPO, wajar jika harga naik karena faktor internasional dan nilai tukar,” ujarnya.

Tullus menambahkan, alih-alih menambah HET MinyaKita, sebaiknya pemerintah membenahi jalur distribusi yang masih berbelit-belit dan mahal dibandingkan inefisiensi.

Beliau mengatakan: “Memperbaiki jalur distribusi, sehingga penyediaan barang dapat terlaksana dengan baik dan tidak ada biaya tambahan.”

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Direktur Produk Konsumen dan Esensial Bambang Visnubroto mengatakan, temuan Badan Perdagangan (BKP) dipaparkan melalui Metodologi Penilaian Dampak (RIA). telah menemukan. Dampak kenaikan HET MinyaKita terhadap inflasi diperkirakan hanya berkisar antara 0,09-0,14%.

“[Dampak terhadap inflasi] sangat ringan,” kata Bambang dalam rapat penyesuaian inflasi daerah, Senin (22/7/2024).

Di sisi lain, amandemen Kewajiban Harga Domestik (DPO) MinyaKita dan HET juga dipandang sebagai cara untuk meningkatkan kewajiban alokasi Pasar Domestik (DMO) MinyaKita terhadap pasar ekspor sawit yang menyusut.

Bambang mengatakan hal ini dikarenakan harga minyak sawit mentah (CPO) juga mahal, dan harga DPO yang dihasilkan HET MinyaKita lebih tinggi sekitar 15-20%.

Sekadar informasi, pemerintah akan menaikkan HET MinyaKita dari Rp14.000 menjadi Rp15.700 per liter. Saat ini penerapan kenaikan HET MinyaKita menunggu perubahan UU Dagang Nomor 49 Tahun 2022 yang diharapkan terbit pada minggu ini.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel