Bisnis.com, JAKARTA – Banyak peternak sapi di Boyolali, Jawa Tengah, yang melakukan tindakan membuang susu segar. Sebab, pasokan susu mereka tidak terserap oleh industri pengolahan susu (IPS).
Menyikapi aksi tersebut, Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Boyolali Jawa Tengah menerima pembeli yang mewakili peternak sapi perah di wilayahnya yang produksinya dibatasi oleh Industri Pengolahan Susu (IPS).
“Para pengumpul susu sapi datang ke Kantor Disnakkan Boyolali atas nama peternak dan menyampaikan keluhannya bahwa pasokan susu ke Industri Pengolahan Susu (IPS) mengalami penurunan sejak September 2024 karena terbatasnya ketersediaan,” kata Ketua Disnakkan Boyolali. . Lusia Dyah Suciati di Boyolali, Jumat (8/11/2024).
Ia mengutip pernyataan para kolektor bahwa IPS telah membatasi pasokan susu karena pemeliharaan pabrik, pengurangan konsumen dan peningkatan standar kualitas.
Namun yang paling penting, menurut Lusia, adalah dampak dari pengurangan kuota susu tersebut. Ia mencontohkan KUD Mojosongo Boyolali yang mendapat susu dari peternak sebanyak 23.000 liter per hari, namun ternyata IPS hanya bisa mendapat susu sebanyak 15.000 liter per hari, sebaliknya terjadi penurunan.
Menurut Lusia, produksi susu non-absor yang dihasilkan petani setiap harinya mencapai 8 ribu liter. Diakui Lusia, situasi tersebut tidak hanya terjadi di Boyolali, namun juga terjadi di daerah lain seperti Pasuruan, Jawa Timur.
“Kita perlu waktu bertemu dengan IPS untuk menyelesaikan masalah tersebut. Apa salahnya IPS tiba-tiba mengurangi jumlah masyarakat yang membeli susu? Kita berharap bisa kembali normal seperti semula,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya berupaya memediasi antara pengumpul susu dan perusahaan negara yang bergerak di bidang pangan.
Produksi susu segar Boyolalı di IPS mencapai 51 juta liter per tahun tanpa kendala. Namun kini, dengan rata-rata produksi tahunan sebesar 38 juta liter, masalah tersebut tiba-tiba muncul.
“Mudah-mudahan segera teratasi,” ujarnya.
Kepala KUD Mojosongo Boyolali Sriyono mengatakan permasalahan yang dialami pengepul di KUD dan Mojosongo disebabkan produksi ternak yang ada saat ini belum terjangkau oleh seluruh IPS.
Pasalnya, jumlah kuota susu yang masuk ke IPS yang biasanya menerima 23.000 liter susu per hari dari Koperasi KUD Mojosongo terbatas, namun jumlah yang bisa masuk berkurang menjadi 15.000 liter.
“Hal serupa juga terjadi di luar wilayah Boyolali, misalnya di Salatiga dan Jawa Timur. Ini masalah yang bisa dilihat secara nasional, yakni menurunnya jumlah produksi industri.” katanya.
KUD Mojosongo menerima rata-rata 23.000 liter susu per hari dari peternak. Koperasi Boyolal memproduksi sekitar 140.000 liter air per hari, sedangkan industri hanya mampu menyerap sekitar 110.000 liter air per hari. Artinya, petani mempunyai kelebihan produksi sebesar 30.000 liter per hari yang tidak dapat dipenuhi oleh pabrik.
“Kita membuang susu yang tidak dibeli oleh industri karena susunya tidak tahan lama. Industri tidak menerimanya karena mesin sedang diperbaiki dan pasar stagnan. Artinya, produk industri tidak bisa dipasarkan.” Jadi akibatnya mereka mengurangi jumlah produksi, kita asumsikan itu mungkin. Produksi impor sebagian besar berasal dari susu, katanya.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel