Bisnis.com, Jakarta – Harga minyak naik dua kali lipat seiring kekhawatiran Arab Saudi terhadap prospek permintaan dengan memangkas harga minyak mentahnya. 

Minyak mentah brent untuk pengiriman Agustus 2024 diperdagangkan naik 0,43% atau 0,34 poin menjadi $78,75 per barel pada pukul 13.57 WIB pada Kamis (6/6), berdasarkan data Bloomberg.    

Kemudian, kontrak minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli 2024 naik 0,57% atau 0,42 poin menjadi US$74,49 per barel.

Minyak mentah Brent naik menjadi US$79 per barel dan WTI diperdagangkan mendekati US$74 per barel, melanjutkan pemulihan moderat setelah aksi jual besar-besaran menyusul rencana OPEC+ untuk mulai memulihkan pasokan ke pasar.

Kini, meski terjadi peningkatan, harga minyak acuan masih menuju penurunan mingguan sekitar 4%, terbebani oleh keputusan pasokan terbaru OPEC+. 

Sementara itu, penurunan harga mendorong kedua indeks ke wilayah oversold pada indeks kekuatan relatif 14 hari.

Setelah itu, minyak kemungkinan akan melemah mulai awal April 2024, karena konsumen utama Tiongkok dan ketegangan di negara tersebut mereda. 

Selain itu, pasokan dari OPEC+ juga meningkat sehingga meningkatkan kekhawatiran mengenai apakah pasar dapat menyerap lebih banyak barel dari OPEC+.

“Kami yakin langkah OPEC+ untuk memangkas produksi sebesar 2,2 juta barel per hari pada kuartal terakhir tahun 2024 akan memberikan tekanan lebih lanjut pada harga relatif,” kata Emril Jamil, kepala analis minyak mentah di LSEG Oil Research, seperti dikutip dari Reuters. 

Jameel yakin sentimen bearish juga berlaku karena ekspektasi melemahnya permintaan seiring dengan meningkatnya pasokan. 

Berdasarkan data pemerintah yang dirilis Rabu (5/4), persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) meningkat 1,23 juta barel pada pekan lalu. Selain itu, stok bensin naik untuk minggu kedua, mencapai level tertinggi sejak Maret 2024.

Charu Chanana, analis Saxo Capital Markets Pte., Singapura, mengatakan, “Paman Sam menunjukkan kekuatan pasar meski ada peningkatan barang dari dalam negeri.” “Pedagang mencari alasan teknis untuk membeli,” kata Chanana seperti dikutip Bloomberg. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel