Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah terlihat semakin melemah setelah mengalami penurunan terbesar dalam dua pekan terakhir di tengah sentimen Israel yang disebut-sebut menerima usulan gencatan senjata di Gaza. Hal ini berpotensi mengurangi risiko pasokan di tengah meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap prospek permintaan global.
Mengutip Bloomberg, Selasa (20/8/2024), minyak mentah berjangka Brent turun 0,36% menjadi US$77,38 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 0,5% menjadi $74 per barel.
Salah satu sentimen yang mempengaruhi harga minyak adalah konflik antara Israel dan Hamas. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan langkah selanjutnya bagi Hamas adalah menyetujui proposal yang bertujuan untuk meredakan konflik yang telah berlangsung 10 bulan di Timur Tengah.
Sementara itu, melemahnya perekonomian Tiongkok membuat pasar lesu. Data terbaru menunjukkan menyusutnya aktivitas pabrik dan menurunnya permintaan minyak di negara importir terbesar dunia tersebut.
Warren Patterson, kepala strategi komoditas untuk ING Groep NV, menjelaskan bahwa berlanjutnya kekhawatiran terhadap permintaan Tiongkok telah menjadi pendorong utama yang membebani sentimen.
“Sekarang potensi gencatan senjata antara Israel dan Hamas hanya menambah tekanan lebih lanjut,” jelas Patterson.
Sementara itu, pertumbuhan harga minyak mulai melambat pada tahun 2024 karena pencabutan pembatasan pasokan OPEC+ dan ekspektasi penurunan suku bunga AS diimbangi oleh prospek yang menantang di Tiongkok. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) memproyeksikan pemulihan pada kuartal berikutnya, meskipun hal tersebut dapat berubah jika harga terus turun.
Opsi memberi sinyal bahwa pasar kini memperhitungkan risiko penurunan kontrak berjangka. Ketidakseimbangan opsi Brent telah kembali ke bias penjualan seperti biasanya untuk pertama kalinya dalam dua minggu – yang diuntungkan oleh harga yang lebih rendah.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel