Bisnis.com, JAKARTA – Industri perbankan Indonesia saat ini tengah mengkhawatirkan kemungkinan Federal Reserve atau The Fed, bank sentral Amerika Serikat (AS), menurunkan suku bunga acuannya pada tahun 2025. Kemenangan Donald Trump di tahun 2024. AS pemilihan presiden juga luput dari perhatian.

Terbaru, The Fed kembali menurunkan Fed Funds Rate (FFR) menjadi 4,5-4,75% pada minggu pertama bulan November, melanjutkan kebijakan yang sama dari sesi Federal Open Market Committee (FOMC) sebelumnya. Hal ini meningkatkan ekspektasi pasar terhadap dimulainya era suku bunga rendah.

Presiden Otoritas Perbankan OJK Dian Ediana Rae meyakini ekspektasi berlanjutnya penurunan suku bunga The Fed pada tahun 2025 akan berdampak positif terhadap likuiditas perbankan dalam negeri.

“Bagi perbankan di Indonesia, penurunan FFR dan penyesuaian BI rate [suku bunga acuan Bank Indonesia] selanjutnya akan berdampak pada penurunan biaya modal perbankan,” ujarnya dalam tanggapan tertulis yang dikutip, Minggu (17 Oktober). November 2024).

Menurut dia, penurunan biaya modal akan berdampak positif terhadap keuntungan perbankan sehingga memberikan ruang lebih besar bagi penurunan suku bunga kredit. Hal ini kemudian akan mempercepat pertumbuhan pinjaman.

Meski demikian, Dian meminta perbankan tetap memperhatikan dinamika perekonomian dan politik global dalam menyusun strategi dan rencana bisnis perbankan di tahun mendatang. Ia sadar pergantian kepala pemerintahan dari Joe Biden dari Partai Demokrat ke Trump (Partai Republik) akan berdampak pada arah perkembangan perekonomian Amerika.

Dari sisi pemain Citibank N.A. Indonesia (Citi Indonesia) optimistis suku bunga The Fed akan terus mengalami penurunan, terutama pasca terpilihnya Trump sebagai presiden.

CEO Citi Indonesia Batara Sianturi yakin kemenangan taipan berusia 78 tahun ini melemahkan ketidakstabilan politik global, sehingga berdampak pada pasar termasuk Indonesia dan Asia Tenggara.

“Kami memandang hal ini lebih optimistis karena ketidakpastian telah cukup teratasi dengan kemenangan Trump,” ujarnya pekan lalu (13 November 2024) dalam presentasi pendapatan Q3 2024.

Dengan kondisi tersebut, ia memperkirakan fluktuasi perekonomian, seperti suku bunga bank sentral AS dan tingkat inflasi, kini dapat lebih dapat diprediksi, meskipun tantangan makroekonomi lainnya masih tetap ada.

Meski BI meyakini penyesuaian suku bunga acuan akan lebih lambat, Batara menegaskan suku bunga rendah akan mendorong pertumbuhan penyaluran kredit hingga pengambilalihan modal asing (DPK) pada tahun 2025.

Direktur Utama dan Direktur PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menawarkan pandangan berbeda. atau BRI, Sunarso. Bankir bersandi BBRI ini memperkirakan kebijakan ekonomi Trump akan lebih protektif dan mengutamakan kepentingan Negeri Paman Sam, termasuk mitra dagangnya.

Menurut Sunarso, kebijakan proteksionisme seperti ini kemungkinan besar akan menyebabkan kenaikan inflasi di Amerika, yang bisa direspon oleh The Fed dengan kembali menaikkan suku bunga. 

“Pertanyaannya adalah, jika inflasi terjadi karena [Trump] terlalu protektif, apakah responsnya adalah dengan [menaikkan] suku bunga? Itu adalah sesuatu yang masih kami cari tahu. “Mungkin ada cara lain, kami tidak tahu,” ujarnya saat rapat di Gedung DPR, Rabu (13 November 2024).

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel