Bisnis.com, JAKARTA — Hilirisasi dapat mendukung pertumbuhan sektor manufaktur, khususnya sektor manufaktur nasional yang mengalami penurunan kontribusi sektoral terhadap produk domestik bruto (PDB) selama satu dekade terakhir.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Diponegoro Firmansyah mengatakan, sektor manufaktur masih menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan PDB sektoral, meski porsinya semakin menurun dari tahun ke tahun. 

“Kalau kita berharap industrialisasi sektor manufaktur, ini tantangan karena tahun 2011 kontribusinya terhadap PDB sebesar 22%, dan tahun 2023 hanya 20%,” kata Firmansyah, Minggu (22/09/2024). . ). 

Berdasarkan catatannya, sektor manufaktur masih memberikan kontribusi sebesar 22,06% (y/y/y), kemudian turun menjadi 21,97% (y/y) pada tahun 2012 dan terus turun hingga 20,39% hingga tahun 2023. Secara total, rata-rata kontribusi sektor industri pengolahan selama sepuluh tahun terakhir sebesar 21,18%. 

Dalam hal ini, ia menyoroti potensi sumber daya Indonesia yang dapat diolah atau dihilirkan sebelum diperdagangkan, mulai dari bahan baku mineral, kehutanan, kelautan, perkebunan, energi terbarukan, dan pertanian. 

Misalnya saja program hilirisasi di sektor pertanian yang berpotensi untuk dirangsang, seperti padi dan jagung sebagai makanan pokok Indonesia yang berpotensi meningkatkan produksi dan efisiensi.

Namun sumber daya mineral seperti batu bara dengan cadangan 24 miliar ton, bauksit 3,286 juta ton, nikel 9,422 juta ton, emas 2,600 juta ton, tembaga dan timah, serta migas menjadi sumber utama hilirisasi. 

“Tantangan yang dihadapi infrastruktur jalan, pelabuhan dan lain-lain dalam memperlancar proyek hilirisasi di berbagai daerah, karena kita tahu bahwa permasalahan logistik, transportasi dan infrastruktur di Indonesia masih ada juga menjadi permasalahan terbesar terutama di negara kita yang berbentuk kepulauan. katanya. 

Di sisi lain, tantangan yang harus diselesaikan adalah terkait dengan penentuan kuantitas atau besaran cadangan sumber daya untuk mengetahui seberapa besar potensi ekonomi dari sumber daya tersebut. 

Tak hanya itu, ia juga tidak menemukan informasi mengenai kelayakan ekonomi atau tantangan lingkungan terkait eksploitasi sumber daya alam tersebut. 

“Tantangannya secara umum adalah ketergantungan pada bahan baku. Hal ini juga terkait dengan struktur perekonomian kita, karena kita masih bisa mendominasi bahan baku utama yaitu pertanian dan pertambangan yang dalam beberapa tahun terakhir merupakan industri yang hampir sama. Jadi ini adalah masalah. dengan strukturnya,” jelasnya.

Selain itu, Firmansyah juga menyoroti kurangnya tenaga kerja terampil di sektor teknik dan manufaktur, yang merupakan tantangan serius. Apalagi mengingat banyak pekerja yang berasal dari sektor industri yang membutuhkan keterampilan berbeda-beda. 

Selain itu, peraturan dan birokrasi yang tidak mendukung merupakan hambatan nyata, dengan proses perizinan yang rumit dan peraturan yang sering berubah membuat iklim investasi menjadi kurang mendukung dan menghambat pertumbuhan industri baru dan perluasan usaha. 

“Persaingan di pasar global tentunya, kemudian ada lingkungan hidup, tentu ada hambatan ekspor, ada perlindungan bagi semua negara tujuan,” tutupnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel