Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan perekonomian global masih bisa melambat meski pertumbuhan ekonomi mencapai 3,2%.
Hal ini disebabkan ketidakpastian pasar keuangan global mulai berkurang dan risiko masih tinggi.
“Perekonomian global pada tahun 2024 diperkirakan tumbuh 3,2% dan menurun,” ujarnya dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu (21/8/2024).
Senada dengan hal tersebut, Perry juga melihat perekonomian Amerika Serikat (AS) diperkirakan mulai melemah pada semester II 2024 seiring dengan menurunnya permintaan domestik.
Di sisi lain, perekonomian Tiongkok belum kuat sementara perekonomian Eropa masih mengalami kemajuan.
Perry juga menjelaskan bahwa perlambatan ekonomi AS berdampak pada peningkatan pengangguran dan memperlambat inflasi menuju tujuan jangka panjang sebesar 2%.
Oleh karena itu, perkembangan ini mendorong ekspektasi yang kuat terhadap penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih cepat dan lebih besar dari perkiraan.
Perkembangan ini menyebabkan rendahnya imbal hasil Treasury AS dalam 2 tahun, yang diikuti oleh terendah dalam 10 tahun dalam imbal hasil Treasury AS, dan melemahnya dolar AS terhadap mata uang internasional.
Kemudian, ketidakpastian pasar keuangan global mulai berkurang kembali. Hal ini mendorong peningkatan investasi asing dan memperkuat pendapatan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Ke depan, risiko terkait ketakutan akan keruntuhan ekonomi Amerika Serikat dan peristiwa geopolitik harus terus diwaspadai. Situasi ini memerlukan kehati-hatian dalam menciptakan solusi kebijakan untuk menyebarkan ketidakpastian nasional terhadap perekonomian keluarga,” jelasnya.
Sebelumnya, dalam World Economic Outlook (WEO) Juli 2024, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan mencapai 3,2% pada tahun 2024 dan 3,3% pada tahun 2025, tidak berubah dibandingkan WEO April 2024.
Dalam laporan terbaru WEO, perhatian IMF terfokus pada peningkatan lapangan kerja yang tidak berkurang karena kenaikan upah. Laporan IMF juga menyoroti tekanan terhadap harga akibat ketegangan perdagangan dan politik, khususnya pada komoditas seperti minyak.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel