Bisnis.com, JAKARTA – Badan Komunikasi dan Akses Informasi (Bakti) menyebut aksi terorisme dan pungli yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata (KKB) turut berkontribusi terhadap melambatnya kecepatan perjalanan jaringan internet di luar Papua, kelompok masyarakat kurang mampu, dan wilayah perbatasan (3T). . .

Bakti kemudian mengambil langkah untuk memulihkan situs kerja agar masyarakat dapat mengakses Internet secepat mungkin. 

Plt Direktur Pengelolaan Sumber Daya Bakti Kemenkominfo Tri Haryanto mengatakan, sejauh ini kerugian terbesar terjadi akibat hilangnya/terganggunya kelompok bersenjata terhadap infrastruktur dan kelompok pembuat jaringan 4G di provinsi Papua selama masa tunggu (beberapa waktu). 

“Masyarakat Papua seharusnya bisa segera menikmati layanan telekomunikasi, tapi tertunda karena korupsi,” kata Tri kepada Bisnis, Kamis (25 Juli 2024).

Tri menambahkan, dalam menghadapi kekerasan tersebut, Bakti bekerja sama dengan TNI untuk memberikan keamanan selama penggelaran jaringan internet. Kemudian, di kawasan yang sangat sulit berkembang, Bakti memutuskan untuk pindah. Bakti tidak ingin karyawan atau mitranya mempertaruhkan nyawa dalam upaya pembangunan tersebut.

“Langkah ini dilakukan mengingat terhentinya upaya untuk mempertahankan pembangunan. “Biasanya langkah-langkah ini karena situasi keamanan dan geografi yang tidak bisa ditawar lagi,” kata Tri. 

Biro Komunikasi dan Akses Informasi (Bakti) memutuskan untuk merelokasi base station (BTS) ke distrik Kahar karena keamanan pekerja tidak terjamin.

Direktur Utama Bakti Fadhilah Mathar mengatakan pembangunan BTS membutuhkan biaya yang tidak sedikit, terutama di wilayah Kahar yang sarat dengan bahaya keselamatan pekerja.

Kami mohon maaf dengan berat hati karena mempertimbangkan relokasi BTS ke wilayah Kahar karena kurangnya jaminan keamanan. “Dari 623 BTS yang ada di wilayah Qahar, sudah selesai dibangun sebanyak 140 BTS,” kata Fadhilah dalam keterangan tertulis, Kamis (18 Juli 2024).

Fadhilah menjelaskan, membangun BTS berbeda dengan mengakses internet. Ia melanjutkan, dibutuhkan lahan untuk membangun BTS.

Di sisi lain, Padilla menjelaskan bahwa internet tidak memerlukan lahan, namun mereka perlu memastikan bahwa wilayah yang mereka bangun tidak memiliki akses internet, tidak terkoneksi internet, dan memiliki listrik.

Fadhilah juga meminta dukungan pemerintah setempat agar Bakti dapat melakukan pembangunan yang diperlukan. Terlepas dari pengalihan tersebut, Fadhilah meminta agar seluruh kantor besar teraliri listrik.

Selain itu, tahun ini BAKTI berencana untuk menyebarkan 20.000 titik akses Internet ke utilitas menggunakan Remote Ground Section (RTGS) SATRIA-1. Dunia RTGS dapat diwujudkan secara digital dengan menghadirkan pelayanan publik yang efisien dan efektif.

Sementara itu, Bhakti juga telah menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah (Femdas) di 30 provinsi di Indonesia mengenai dokumen pendaftaran sewa dan penggunaan lahan BTS Bhakti yang belum rampung.

Simak berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA Channel.