Bisnis.com, JAKARTA – Fenomena penguatan dolar Amerika Serikat (AS) atau menguatnya dolar berdampak pada pelemahan mata uang, termasuk Indonesia.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan fenomena tersebut akan terus berlanjut.

Bullish berlanjut dengan baik. Dolar kemudian naik ke 106,3, katanya. Sebenarnya kami perkirakan terus menguat di angka 107, katanya dikutip, Kamis (9/5/2024).

Namun hingga pekan kedua Mei 2024, nyatanya dolar mulai menunjukkan pelemahan seperti pada Indeks Dolar AS (DXY).

Perry mencermati, sejak rapat Direksi (RDG) terakhir pada 24 April 2024 hingga 7 Mei 2024, indeks dolar mengalami penurunan.

“Beberapa perkembangan RDG kita menunjukkan indeks dolar mencapai 105,4, seperti pada 7 Mei dari 106,3 menjadi 105,4,” jelasnya.

Sedangkan menurut data yang dihimpun Bisnis berdasarkan data Bloomberg per Rabu (8/5/2024), rupee ditutup melemah tipis 0,01% atau 1 poin ke Rp. Sementara indeks Paman Sam terpantau menguat 0,20% ke 105,62.

Tak hanya rupiah yang terdampak, mata uang Asia lainnya melemah terhadap dolar AS, yen Jepang melemah 0,43%, dolar Singapura melemah 0,13%, dan dolar Taiwan melemah 0,08%. Dan peso Filipina melemah 0,25 persen.

Yuan China kemudian melemah 0,10 persen, ringgit Malaysia melemah 0,19 persen, dan baht Thailand melemah 0,36 persen.

Namun rupiah stabil pada pertengahan April lalu mencapai lebih dari Rp 16.200 per dolar AS. C

Perry mengatakan, selain kebijakan moneter yang menaikkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25%, ada empat hal yang mendorong batu tersebut tetap kokoh.

Pertama, hasil keluaran diferensial sangat mengesankan. Kedua, default switching premium (CDS) menurun. Ketiga, prospek perekonomian yang lebih baik juga memperkuat nilai tukar rupiah. Terakhir, komitmen BI untuk menstabilkan nilai tukar menjadi faktor yang terus menguatkan rupiah.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel