Bisnis.com, JAKARTA – Temuan investigasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) terhadap praktik dumping produk keramik asal China dinilai tidak berdasar. Usulan tarif bea masuk (BMAD) akan menjadi boomerang industri dalam negeri dari 100,12% menjadi 199,88%. 

Faisal Basri, Ekonom Senior Institute for Economic Development and Finance (Indef), menyampaikan hal tersebut dalam diskusi review Rencana Kebijakan Keramik PBB di Jakarta, Selasa (16/7/2024). 

Faisal mengevaluasi data yang ada dalam laporan akhir penelitian KADI tentang keramik pipih, atau analisis terpadu semua jenis porselen dan keramik merah. 

Padahal, kata dia, produksi porselen dalam negeri masih kecil, sekitar 600.000 meter persegi, dan permintaan hanya 1,5 juta meter persegi. 

Berapa pun ukuran yang diinginkan, akan dikenakan bea impor yang tinggi, seperti aksi prajurit KADI yang mabuk, semuanya bengkok, kata Faisal. 

Di sisi lain, kata dia, ada campur tangan sebagian pihak yang mendorong hasil penyidikan menguntungkan sebagian pihak. 

Jika BMIS diterapkan pada tingkat ini, Faisal mengatakan beberapa produsen keramik akan memperoleh pengembalian modal yang lebih cepat dan kekayaan bersih (NPV) yang lebih tinggi. 

“Ini keserakahan sebagian pihak terhadap jutaan masyarakat Indonesia. Kita tidak khawatir dengan industri lokal, kita khawatir, tapi biayanya jangan terlalu tinggi, harga keramik bisa dua kali lipat.” . dia berkata. 

Hal ini juga membuktikan bahwa industri keramik telah berkembang selama beberapa tahun dan tidak dipenuhi dengan keramik impor seperti diberitakan sebelumnya. 

Hal ini terlihat dari pertumbuhan PDB pada sektor-sektor yang menggunakan keramik yaitu konstruksi dan real estate. Sementara itu, sektor konstruksi terus tumbuh positif hingga mencapai 4,91% pada tahun 2023. Sementara itu, sektor real estate tumbuh sebesar 1,43% pada periode tersebut. 

Sementara itu, impor keramik HS 690721 dari Tiongkok akan mencapai atau di bawah 1 juta ton pada tahun 2022, naik dari 1,3 juta ton pada tahun 2018 pasca-Covid. 

“2019 914.000 ton, 2020 863.000 ton, 2021 naik, 2022 turun lagi, yang penuh impor?” Dia bertanya.

Oleh karena itu, dia meminta pemerintah mencermati temuan penyelidikan isu dumping melalui KADI dan mempertimbangkan berbagai aspek sebelum mengajukan kebijakan yang dapat merugikan banyak pihak. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel