Bisnis.com, Jakarta – PT XL Axiata Tbk (XCL) dan PT Indosat Tbk (ISAT) menyatakan terbuka dengan kehadiran teknologi baru seperti Flying Tower System (FTS) milik Alto (Airbus). Namun untuk menggunakan produk ini dalam skala besar, keduanya punya banyak ide
“Sebagai operator seluler, FTS atau HAPS dapat menjadi solusi inovatif untuk memperluas jangkauan jaringan dan menjembatani kesenjangan digital, namun penerapannya masih membutuhkan waktu bertahun-tahun,” kata Group Head Network Planning and Design XL Accita, Fadli Hamka. untuk dipertimbangkan Teknologi
Misalnya saja keberlanjutan dan sumber daya energi, biaya pengembangan dan operasional serta regulasi penerbangan dan spektrum.
“Jika semua tantangan teknis ditangani dengan baik dan TCO (total biaya kepemilikan) kompetitif dibandingkan dengan teknologi NTN (jaringan non-terestrial) yang ada seperti satelit LEO, kami tertarik untuk mengadopsi teknologi ini,” kata Fadley kepada Business pada hari Selasa. (6/8/2024).
Sementara itu, kami sedang menjajaki Flying Tower System (FTS) atau Flying BTS yang ditawarkan oleh Mitel (MTEL) bekerja sama dengan Airbus.
Jumat (2/8/2024) bahwa perusahaan selalu siap menerapkan teknologi baru untuk mempercepat pemerataan akses internet dan digitalisasi di Tanah Air.
Steve mengatakan strategi ini sejalan dengan misi Indosat untuk memberikan pengalaman digital kelas dunia untuk menghubungkan dan memberdayakan masyarakat Indonesia.
Steve menambahkan, Indosat secara rutin mengkaji strategi perluasan dan peningkatan kualitas jaringan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Steve berkata, “Hal ini melibatkan penerapan berbagai inovasi teknologi mutakhir pada infrastruktur jaringan kami.
Heru Sutadi, Direktur Eksekutif ICT Institute, mengatakan teknologi Airbus HAPS atau FTS bisa digunakan untuk ‘melawan’ kekuatan pemain satelit utama LEO, Starley.
Namun, teknologi ini harus membuktikan bahwa mereka dapat bekerja dengan andal dan efisien, terutama dalam hal frekuensi.
Sebagai informasi, Konferensi Komunikasi Radio Dunia (WRC) 2023 memutuskan Super Aerospace Vehicle atau High Altitude Platform Station (HAPS) dapat beroperasi di Indonesia menggunakan empat frekuensi pada pita 900 MHz, 1800 MHz, 2,1 GHz, dan 2,6 GHz.
Konsep awal HAPS adalah sebagai drone atau balon yang mampu membawa Base Transceiver Station (BTS) 4G ke ketinggian 18 km – 25 km (stratosfer) atau lebih rendah dari ketinggian satelit yang mengorbit rendah seperti Starlink. Jaraknya sekitar 550 km adalah
“Tentunya harus mencobanya terlebih dahulu. Frekuensinya berapa, area apa dan kapan tesnya ditentukan “Harus ada parameter tertentu keberhasilan suatu percobaan,” kata Heru.
Soal frekuensi, Heru mengatakan frekuensi 900, 1800, dan 2100 MHz saat ini sudah digunakan dan dialokasikan untuk operator telekomunikasi seluler. Ada peluang untuk menggunakan frekuensi 2,6 GHz yang digunakan untuk satelit SES-7
Heru mengatakan satelit tersebut bukan satelit Indonesia sehingga penggunaan frekuensi dan slot orbitnya bisa saja dibatalkan.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel