Bisnis.com, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan biaya energi yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atau levelized cost of electrical (LCOE) terus mengalami penurunan.
Hal ini membuat LCOE dari PLTS lebih murah dibandingkan LCOE dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batubara.
“Saat itu (LCOE) PLTS masih 25 sen AS per kWh. “Sekarang Cirata (PLTS terapung) harganya kurang dari $6 sen per kWh, mungkin $5,6 sen per kWh atau $5,8 sen per kWh,” kata Hendra Iswahyud, Direktur Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Bandung. (14/9/2024).
Hendra mengatakan, dengan LCOE yang kompetitif, PT PLN Nusantara Power bersiap membangun PLTS terapung di Karangkates, Malang.
Menurut dia, harga PLTS yang akan berada di Jatim ini memiliki LCOE yang diturunkan menjadi US$4,97 per kWh.
“Semakin murah, semakin kompetitif. “Jadi itu yang perlu terus kita dorong (pengembangan PLTS), apalagi kita sudah punya regulasi yang mendorong TKDN,” kata Hendra.
Senada dengan itu, Hasan Maksum, Deputi Koordinator Perencanaan dan Penyusunan Kebijakan Ketenagalistrikan Nasional Kementerian ESDM, mengatakan LCOE PLTS mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya.
Hal ini membuat LCOE suatu PLTS tampak mendekati LCOE PLTU berbahan bakar batubara, yaitu antara $5 sen per kWh hingga $7 sen per kWh.
“Tapi (LCOE) sekitar 5-7 sen per KWH untuk PLTU. Jadi kalau PLTS mungkin akhir-akhir ini turun sekitar 6 sen, kata Hassan.
Di sisi lain, Hasan juga mengakui biaya investasi PLTS juga lebih murah dibandingkan PLTU berbahan bakar batubara rendah emisi yang menggunakan teknologi ultra-supercritical (USC).
Sebagai teknologi yang sangat kritikal, PLTU menelan biaya sekitar USD 1,7 juta per megawatt (MW), sedangkan PLTS hanya berharga sekitar USD 0,9 juta per MW.
“Contohnya, kalau PLTS 100 megawatt dibangun, biayanya sekitar $90 juta,” kata Hassan.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA