Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) blak-blakan soal alasan jaringan gas dalam negeri (jargas) kurang diminati di Indonesia.

Pemerintah sendiri menargetkan 2,5 juta sambungan rumah tangga (SR) ke saluran gas pada tahun ini. Sedangkan jaringan gas baru mencapai 900.000 SR pada pertengahan tahun ini, atau kurang dari separuh target yang dipatok pada akhir tahun 2024. Padahal, pembangunan jaringan gas telah dipercepat selama lebih dari 10 tahun.

Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas ESDM Laode Sulaeman mengatakan, salah satu penyebabnya adalah aspek sosial. Menurut dia, pengetahuan masyarakat terhadap tabung gas masih rendah.

Hal ini juga dinilai akan memperlambat proses penetrasi dan menambah jumlah pelanggan jalur gas, terutama di lokasi pengembangan baru.

Laode mengatakan, masih ada sebagian masyarakat yang khawatir dengan pemasangan pipa gas di rumah.

“Aspek sosial, kita baru mau masuk, kita sudah menghadapi isu risiko teman-teman dari PGN (PT Perusahaan Gas Negara Tbk) ‘meledak’, wah, terkadang ini tidak mudah bagi kita yang ingin mempercepat. prosesnya,” kata Laode dalam forum diskusi di Jakarta, Selasa (29/10/2024).

Sekadar informasi, saat ini skema pembiayaan pembangunan pipa gas baru ada dua, yakni melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan badan usaha, dalam hal ini PGN.

Laode juga mengatakan kendala lainnya adalah konsumsi masyarakat terhadap gas alam. Secara umum, kata dia, wilayah pipa gas masih menjadi sasaran penyaluran LPG.

Lebih lanjut, aspek koordinasi dengan pemerintah daerah (Pemda) dalam pengembangan pot gas masih menjadi kendala karena tidak selalu mendapat kemudahan fasilitas atau izin dari pemerintah daerah di daerah dalam proses pembangunan pot gas.

“Kalau kita baru masuk, aduh, ada Balai Kota yang mendukung, ada yang tidak, itu yang jadi masalah, kadang kalau mau bangun MRS [Stasiun Pengukuran dan Pengaturan] Balai Kota tidak mau. . “Saya tidak punya lokasinya, itu juga tantangannya,” kata Laode.

Oleh karena itu, pihak Anda akan menghubungi Kementerian Dalam Negeri. Dia meminta kementerian mengeluarkan surat edaran dari pimpinan daerah untuk mendorong keluarnya kebijakan yang mewajibkan pembangunan jaringan gas.  

Laode juga ingin Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan surat edaran pimpinan daerah tentang kebijakan pengurangan retribusi daerah untuk pembangunan jaringan gas. 

“Kita butuh Kemendagri, kita perlu pemerintah daerah punya peraturan daerah yang mendukung proses pembangunan jaringan gas karena kalau pemerintah daerah tidak mengatur maka prosesnya tidak seragam, masyarakat daerah akan melihat pemerintah berbeda. . . hal-hal tentang jaringan gas ini,” kata Laode.

Tak hanya itu, menurut Laode, kendala lain dalam pengembangan jaringan gas adalah aspek ekonomi dan finansial. Ia menjelaskan, untuk mencapai kelayakan finansial diperlukan fasilitas pemerintah berupa dukungan pembiayaan proyek.

“Makanya sejak program Jargas ini kita luncurkan, yang jadi persoalan adalah ekonomi, kelayakan finansial, ini yang terus dibicarakan,” tambah Laode.

Oleh karena itu, pemerintah akan membuka skema kerjasama pemerintah-usaha (KPBU) yang akan dilelang pada tahun 2025. Hal ini bertujuan untuk menarik investor dari badan usaha swasta untuk ikut membangun jaringan gas tersebut.

Laode mengatakan, pihaknya memiliki beberapa tawaran agar pengusaha swasta tertarik mengikuti rezim KPS. Ini merupakan salah satu model pembangunan jaringan gas dalam jumlah besar di satu tempat. 

“Contohnya di Batam lebih dari 200.000 SR, di Palembang lebih dari 200.000 SR. Oleh karena itu, jumlah yang besar ini diharapkan dapat semakin meningkatkan kemauan pelaku usaha untuk mengikuti lelang KPBU untuk ikut serta dalam pengembangan jaringan gas,” jelasnya.

Selain itu, pemerintah akan memberikan insentif kepada pengusaha. Namun insentif tersebut berupa bantuan investasi maksimal 49% yang disebut juga dengan viability gap fund (VGF). 

“VGF itu [pelaku usaha] konstruksi, perlu investasi, investasinya 100% didukung, 49% pemerintah. Maksimal ya, maksimal 49% oleh Kementerian Keuangan,” kata Laode.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel