Bisnis.com, JAKARTA – Belakangan ini masyarakat dikejutkan dengan konfirmasi dari Astrazeneca, produsen vaksin Covid-19, bahwa vaksin buatannya menimbulkan efek trombosis dengan sindrom trombositopenia (TTPS).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), trombosis dengan sindrom trombositopenia (TTSS) adalah penyakit langka dan parah yang ditandai dengan rendahnya jumlah trombosit dan pembekuan darah.

TTS ditemukan pada banyak orang setelah menerima vaksin Astrazeneca Covid-19, yang juga ditarik dari penjualan di Indonesia pada tahun 2021. Risiko TTS dilaporkan sedikit lebih tinggi pada orang di bawah usia 60 tahun.

Namun menurut ahli epidemiologi Dicky Budiman, trombositopenia jarang terjadi pada penerima vaksin dan pasien masih memiliki peluang untuk sembuh.

“TTS ini belum tentu berakibat fatal karena ada 2 stadiumnya: ringan, sedang, dan berat. Kalau parah akan meninggal. Tapi ini sangat jarang terjadi,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (5 Agustus 2024).

Dickie mengatakan, dari 1 juta orang yang mendapat vaksin, hanya ditemukan 8 pasien STS setelah vaksin Covid-19. Ada juga 2 orang yang mengidap penyakit berat, namun tidak ditemukan di Indonesia.

Untuk sembuh, kata Dickey, bisa dilakukan dengan terapi jika masih termasuk dalam populasi pasien kebanyakan orang.

“Bisa diobati dengan pengobatan jika didiagnosis sejak dini. Karena kalau tidak cepat bisa memakan waktu lama,” jelasnya.

Sementara pengobatannya akan bergantung pada masing-masing pasien. Namun, koagulan selain heparin, antibiotik, dan kortikosteroid sering kali diresepkan.

“Obat lain akan kembali muncul tergantung kondisi pasien,” imbuhnya.

Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan belum ada laporan TTS terkait vaksin Covid-19 di Indonesia.

BPOM menyebutkan vaksin Astrazeneca Covid-19 telah disetujui BPOM pada 22 Februari 2021, dan lebih dari 73 juta dosis telah digunakan dalam program vaksinasi di Indonesia.

Kajian keamanan di Indonesia dilakukan oleh Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Komite Nasional Penyidikan dan Penanganan Kejadian Ikutan Pasca Suntikan (Komnas PP KIPI).

Penilaian tersebut mencakup pelaksanaan penilaian kualitas Kejadian Tidak Diinginkan yang Menjadi Perhatian (KIPK) sebagai bagian dari program vaksinasi Covid-19 pada bulan Maret 2021 dan Juli 2022 di 14 rumah sakit rujukan (situs klinis aktif) di 7 provinsi di Indonesia.

Hasil penelitian ini menunjukkan manfaat pemberian vaksin Astrazeneca Covid-19 lebih besar dibandingkan risiko efek sampingnya.

Selain itu, hingga April 2024, belum ada data keamanan, termasuk pasien TTC, di Indonesia terkait vaksin Covid-19 Astrazeneca.

WHO juga menambahkan, kejadian STS terkait vaksin Covid-19 Astrazeneca tergolong sangat jarang atau kurang dari 1 kasus dalam 10.000 pasien.

Peristiwa TTS langka ini juga terjadi antara 4 dan 42 hari setelah pemberian vaksin Astrazeneca Covid-19.

Sementara itu, vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca saat ini tidak digunakan dalam vaksin atau vaksinasi, dan berdasarkan analisa serta hasil BPOM, vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca sudah tidak tersedia lagi di Indonesia.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.