Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat inflasi Tiongkok saat ini lebih rendah dari perkiraan para ekonom. Keadaan yang memerlukan stimulus tambahan agar roda perekonomian berputar lebih cepat dan terhindar dari deflasi.

Dikutip Bloomberg, Minggu (13/10/2024), inflasi Tiongkok meningkat 0,4% year on year. Namun pencapaian tersebut berada di bawah rata-rata estimasi ekonom sebesar 0,6%.

Pada saat yang sama, belanja produsen industri manufaktur terlihat menurun selama 24 bulan berturut-turut. Inflasi di tingkat produsen terlihat menyusut menjadi 2,8%, penurunan dalam dua tahun, dibandingkan perkiraan ekonom sebesar 2,6%.

Tiongkok mengalami periode deflasi terpanjang sejak tahun 90an. Pada akhir September diumumkan sejumlah langkah stimulus, terutama ditujukan pada sektor properti, termasuk penurunan suku bunga dasar.

Menghadapi kondisi ini, Kementerian Keuangan Tiongkok menjanjikan lebih banyak bantuan kepada sektor real estat yang menyusut dan kota-kota yang berhutang budi dalam pernyataannya kemarin (12/10/2024).

Inflasi bahan pangan inti naik 3,3% di bulan September dibandingkan tahun sebelumnya, sementara harga sayuran segar naik 22,9% setelah naik 21,8% di bulan Agustus. Cuaca buruk dan permintaan musiman menjelang liburan selama seminggu di Tiongkok mungkin telah mendorong kenaikan harga buah dan sayuran.

Lemahnya konsumsi dan pertumbuhan produksi yang pesat telah memicu perang harga yang sengit di sektor-sektor seperti kendaraan listrik dan tenaga surya. Harga untuk pilihan transportasi, termasuk mobil, turun sebesar 5,3%, sementara produsen mobil mengalami penurunan harga jual sebesar 2,3%.

Jatuhnya harga adalah pertanda buruk bagi perekonomian. Deflasi dapat menyebabkan lingkaran setan yang membatasi pengeluaran dan investasi, yang pada gilirannya menyebabkan melemahnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pengangguran.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel