Bisnis.com, Jakarta – Rencana reformasi belanja wajib, reinterpretasi anggaran pendidikan APBN yang dibahas pemerintah dan DPR dinilai tidak tepat oleh banyak ekonom. Seperti diketahui, selama ini anggaran pendidikan dikaitkan dengan belanja negara, namun besarannya akan disesuaikan dengan bahasa baru.
Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center for Economic and Legal Studies (Celios), menilai kebijakan belanja paksa penting untuk jangka panjang dan tidak boleh diubah.
“Kalau 20% (belanja) dialokasikan untuk pendidikan, jangan disentuh. Menurut saya, gagasan pemeliharaan yang berlebihan itu tidak tepat,” kata Bhima dalam keterangannya kepada Bisnis, Kamis (5/9). /2024).
Bhima menjelaskan, meski anggaran pendidikan kerap dinilai melenceng dan menunjukkan tanda-tanda korupsi, bukan berarti anggaran tersebut harus dipotong. Menurut dia, yang perlu dilakukan adalah meningkatkan efisiensi program, bukan mengurangi anggaran secara keseluruhan.
“Mereka bilang program pendidikan tidak efektif, anggaran dipotong, dan dana dialokasikan untuk program yang tidak ada hubungannya langsung dengan hasil pendidikan,” tambahnya.
Bhima menyarankan agar reformasi anggaran lebih fokus pada birokrasi yang berlebihan dibandingkan anggaran pendidikan.
Pidato ini terjadi setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan pengalihan 20% belanja wajib dari belanja pemerintah ke pendapatan negara. Usulan ini berpotensi mengurangi anggaran yang dialokasikan ke sekolah. Jika perubahan ini diterapkan, maka anggaran pendidikan yang sebelumnya sebesar Rp665 triliun bisa berkurang menjadi Rp560,4 triliun (merujuk pada pendapatan daerah).
Sebagai informasi, belanja wajib adalah belanja pemerintah yang diamanatkan undang-undang dengan tujuan mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi antar negara. Sejak tahun 2009, pemerintah harus mengalokasikan 20% APBN untuk pendidikan.
Sri Muliani yang menjabat Menteri Keuangan selama lebih dari 10 tahun di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi) mempertanyakan konsistensi anggaran pendidikan. Menurut dia, basis belanja pemerintah sebesar 20% seringkali tidak terealisasi sepenuhnya.
“Anggaran pendidikan, 20% belanja pemerintah, selalu tidak menentu dan kinerjanya berubah-ubah,” ujarnya dalam rapat kerja badan anggaran, Rabu (4/9/2024).
Pertanyaan besarnya saat ini adalah apakah nasib anggaran pendidikan akan mengikuti jejak anggaran kesehatan tidak wajib?
Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan The Watch Channel