Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom senior dan rektor Universitas Paramadin Didik J. Rahbini menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewarisi kebijakan utang yang tidak bertanggung jawab yang harus dijalani oleh pemerintahan Presiden 2024-2029. periode, Prabowo Subianto.

Didik menjelaskan defisit APBN 2025 diperkirakan sebesar 2,53% atau setara Rp616,2 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB). Lanjutnya, defisit tersebut lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya sehingga harus diisi utang.

“Selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, kebijakan utangnya tidak bertanggung jawab, sehingga warisannya akan terbawa pada masa pemerintahan Prabowo juga,” kata Didik, Sabtu (17/08/2024).

Lebih lanjut, ekonom Indef ini mengingatkan, komitmen politik yang dimiliki Prabowo tidaklah kecil sehingga menyulitkan pemerintahannya untuk mengurangi ketergantungan terhadap utang guna meningkatkan pendapatan masyarakat dari dunia usaha yang sudah ada.

Untuk itu, Didiks meyakini jumlah surat utang pemerintah akan terus meningkat sehingga suku bunga akan terus bergerak naik. Akibatnya, kata dia, situasi makroekonomi akan rusak.

Didik mengatakan, Jokowi akan menyisakan utang pada pemerintahan selanjutnya minimal Rp 8,338 triliun. Tak hanya itu, lanjutnya, pembayaran bunganya mencapai Rp498 triliun, jauh di atas anggaran kementerian atau provinsi.

Ia juga menyarankan agar pemerintahan Prabowo lebih fokus pada peningkatan penerimaan pajak dibandingkan mengandalkan penerbitan SBN. Kendati demikian, pemerintahan Prabowo juga harus berupaya menjaga keseimbangan antara menaikkan pajak dan menjaga daya beli masyarakat.

Dalam konteks ini, Didiks menilai faktor di lingkungan Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak ke depan akan sangat pasti. Menurut dia, reformasi perpajakan harus diupayakan, termasuk digitalisasi dan perluasan basis pajak.

“Sektor mana saja yang harus dikaji? Industri nonmigas menjadi penopang utama. Namun sektor ini mengalami penurunan dan pertumbuhannya rendah serta tertahan selama bertahun-tahun karena tidak adanya kebijakan. Kalau pertumbuhan sektor ini” bisa meningkat sebesar 8 -10 persen, akan ada ruang kosong untuk pemungutan pajak,” jelasnya.

Didiks tidak hanya meyakini ekonomi digital, ekonomi kreatif, dan industri pariwisata harus didukung kembali di masa depan. Lanjutnya, sektor-sektor tersebut mempunyai peluang besar untuk meningkatkan penerimaan pajak dengan pesatnya perkembangan e-commerce, fintech, dan layanan digital.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel