Bisnis.com, JAKARTA – Prakiraan sementara pemerintah menyebutkan defisit APBN akan meningkat dari 2,29% atau Rp522,8 triliun menjadi 2,7% atau setara Rp609,7 triliun produk domestik bruto (PDB) pada akhir tahun ini. Presiden terpilih Prabowo Subianto diperkirakan tidak akan mendapat kemewahan APBN. 

Tercatat ada tambahan defisit sebesar Rp 80,8 triliun dari target awal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. 

Direktur Center for Economic and Legal Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan proyeksi defisit yang mendekati angka 3% itu sudah cukup besar. Belum termasuk jadwal Presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan dilantik pada 20 Oktober mendatang. 

“APBN sebenarnya sedang dalam keadaan yang bisa kami katakan cukup sulit, belum termasuk program baru Prabowo ke depan,” ujarnya, Selasa (9/7/2024). 

Pasalnya, dia yakin, defisit semakin besar seiring dengan penerimaan pemerintah, baik dari pajak maupun bea cukai yang diperkirakan tidak mencapai target tahun ini.  

Dampaknya, APBN harus menutupi kekurangan tersebut karena tidak ada lagi rejeki nomplok pada harga komoditas, pendapatan perusahaan PPH menurun, dan daya beli masyarakat menengah menurun akibat kebijakan PPN yang dinaikkan menjadi 11%. dari 10%. 

Melihat kondisi dalam negeri, Bhima mengatakan inflasi pangan masih menjadi momok masyarakat meski terjadi deflasi dalam dua bulan terakhir. 

“Jangan sampai defisit APBN yang semakin melebar menjadi alasan untuk menaikkan harga yang diatur negara [administered price] sehingga dapat menimbulkan inflasi headline atau inflasi administratif di kemudian hari,” lanjut Bhima. 

Bhima meminta pemerintah selanjutnya menjaga defisit di bawah level 2,7% PDB. 

“Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming tidak akan mendapatkan kemewahan APBN karena terbatasnya ruang fiskal,” ujarnya. 

Untuk itu, perlu dilakukan rasionalisasi terhadap program-program yang akan dilaksanakan pemerintah hingga akhir tahun ini. Termasuk mempertimbangkan anggaran makan siang gratis sebesar Rp71 triliun pada tahun depan serta mengefektifkan anggaran pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) untuk menjaga kondisi fiskal. 

Senada, Ketua Badan Anggaran (Banggar) Said Abdullah mengatakan kenaikan defisit menjadi 2,7% akan ditutupi oleh saldo surplus (SAL) untuk dimanfaatkan dengan baik.  

“Di tengah pemerintahan transisi, sebaiknya mengejar proyek-proyek penyiaran yang tidak terlalu penting untuk mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja. Sebaiknya penerapannya dipertimbangkan kembali,” ujarnya di awal Rapat Kerja Banggar. bersama Menteri Keuangan dan Gubernur BI, Senin (08-07-2024).

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA