Bisnis.com, JAKARTA – Buku aturan penghapusan kredit macet bagi UKM resmi ditandatangani Presiden Prabovo Subianto. Apa pengaruhnya terhadap kinerja bank pemerintah atau Himbara?

Sekadar informasi, kebijakan penghapusan utang macet bagi UKM sektor pertanian, perikanan, kelautan, peternakan, dan lain-lain. Hal itu tertuang dalam PP Nomor 27 Tahun 2024. Namun, tidak semua nasabah UKM yang memiliki kredit macet bisa dihapuskan kredit macetnya.

Salah satu syaratnya, kebijakan ini hanya berlaku bagi nasabah bank nasional (Himbara) yang sudah tidak mampu membayar. UKM yang dinilai Banka Himbara masih memiliki kemampuan untuk terus beroperasi tidak akan mendapat keringanan utang.

Selain itu, nasabah yang menerima polis ini harus masuk dalam kategori tidak mampu lagi membayar klaim untuk jangka waktu kurang lebih 10 tahun. Nominal kredit macet maksimal Rp 500 juta untuk kategori usaha dan Rp 300 juta untuk kategori perorangan.

Menyikapi kebijakan baru tersebut, Bank Rakiat Indonesia (BRI) sedang menyiapkan instrumen kebijakan internal agar peraturan baru tersebut dapat diimplementasikan dengan tepat.

Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengatakan, dengan kebijakan tersebut, para pelaku UKM yang sebelumnya tidak mendapatkan pembiayaan karena masuk daftar hitam, namun masih memiliki potensi bisnis, kini dapat memiliki kesempatan untuk mengakses refinancing, sehingga dapat melanjutkan dan mengembangkan usahanya. .

Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pelaku UMKM dan dapat menjadi sumber pertumbuhan baru bagi BRI, ujarnya kepada Bisnis, Rabu (11/06/2024).

Ia mengatakan BRI optimis sinergi yang baik antara pemerintah dan sektor keuangan dapat mendorong kemajuan para pelaku usaha, khususnya UKM Indonesia, serta mewujudkan perekonomian nasional yang inklusif dan berkeadilan.

Sementara itu, Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, selama tidak terjadi moral hazard, pihaknya telah memperhitungkan dampak kebijakan penghapusan utang macet ini dalam perencanaan keuangan perseroan beberapa tahun ke depan.

Apalagi, kata dia, langkah bleaching ini tentunya menjadi peluang bagi nasabah untuk berkesempatan mengakses refinancing, sekaligus menjadi pendorong pertumbuhan bisnis BRI.

Pasalnya, sebelumnya banyak UKM yang memiliki potensi bisnis namun kesulitan memperoleh pembiayaan karena namanya masih tercatat sebagai debitur bermasalah.

Karyawan melayani nasabah di kantor BRI Jakarta. Bisnis/Himavan L Nugraha

“Karena masyarakat yang tadinya tidak mendapat pinjaman, tapi belum jelas namanya, tidak boleh diberikan pengakuan. “Nah, sekarang dengan adanya bleaching, tentunya akan ada potensi pertumbuhan baru yang sehat,” kata Sunarso.

Bank milik pemerintah lainnya, Bank Tabungan Negara (BTN), melalui Sekretaris Perusahaan Ramon Armand mengatakan, penerbitan PP ini tentunya dapat membantu memberikan peluang bagi UKM untuk mengembangkan kembali usahanya melalui pembiayaan perbankan.

“PPnya juga mengatur syarat-syaratnya, termasuk syarat dan ketentuan untuk mengurangi moral hazard,” ujarnya.

Ramon melaporkan, BTN saat ini sedang mempelajari dan merevisi PP tersebut agar dapat diterapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini mengenai tata cara dan tata cara serta mekanisme penghapusan piutang tak tertagih bagi UKM.

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan BNI Okki Rushartomo mengatakan pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah dalam mendukung sektor UKM, khususnya sektor pertanian, kelautan, dan sektor lainnya yang berkontribusi besar terhadap ketahanan pangan dan perekonomian nasional.

Ia juga menyampaikan bahwa perseroan terus menjalin kerja sama dengan pemangku kepentingan terkait, untuk memastikan penyaluran kredit kepada UKM dapat dilakukan secara maksimal dan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik.

Sementara itu, Okki mengatakan terkait kebijakan hapus buku ini, pihaknya akan menunggu instruksi lebih lanjut dari pemerintah dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memahami ketentuan teknis yang berlaku.

“[Hal ini] agar implementasi kebijakan ini dapat terus berjalan secara efisien dan sesuai dengan tujuan,” ujarnya.

Menurutnya, kebijakan tersebut dapat memberikan manfaat positif bagi keberlangsungan usaha UMKM di Indonesia, khususnya pada sektor yang menunjang ketahanan pangan dan perekonomian nasional.

Di sisi lain, Bank Mandiri (BMRI) memastikan kebijakan pembatalan kredit macet bagi UKM tidak akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.

Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Teuku Ali Usman menjelaskan, tidak ada dampak finansial terhadap neraca Bank Mandiri dan hilangnya laba karena kredit tersebut dihapusbukukan alias dihapusbukukan.

Berdasarkan analisis historis, tingkat penagihan debitur yang menghapuskan KUR/KUM khususnya petani dan nelayan tidak signifikan jika dibandingkan dengan kinerja keuangan Bank Mandiri, ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (11/06/2024). ) ).

Dijelaskannya, sebagai bagian dari Himpunan Bank Negara (Himbara), Bank Mandiri menyatakan dukungan penuh terhadap langkah yang diambil Pemerintah.

Pasalnya, menurut Ali, kebijakan tersebut sejalan dengan tekad Bank Mandiri untuk membantu memperkuat perekonomian negara yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.

“Kebijakan penghapusan utang macet ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat daya saing dan kapasitas UKM Indonesia dalam jangka panjang serta meningkatkan perekonomian negara secara keseluruhan,” lanjutnya.

Oleh karena itu, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan peluang bagi pelaku UKM untuk kembali produktif dan memperkuat daya saingnya di pasar.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan VA Channel