Bisnis.com, Jakarta – Pengurus Besar Persatuan Dokter Indonesia (PB IDI) saat menjalankan tugasnya di Mamuzu, Dr. Turut berduka cita atas berpulangnya Helmiyadi Kusvardhan, M.Kes, SOT, FICS, AIFO-K. RSUD Sulawesi Barat.

Dr Helmiyadi meninggal karena serangan jantung minggu ini saat menjalankan tugasnya sebagai dokter bedah ortopedi di Mamuzu, Sulawesi Barat.

Dr. Helmiyadi merupakan anggota IDI Cabang Mamuzu dan pengurus IDI Wilayah Sulawesi Barat. Dr. Helmiyadi juga merupakan seorang medical influencer PB IDI dan anggota dari Ahli Bedah Ortopedi Indonesia (PABOI), dimana ia berupaya memberikan edukasi kesehatan kepada masyarakat melalui media sosial.

“PB IDI Dr. Helmi telah merekomendasikan pemerintah untuk memberikan penghargaan ini dan kami juga Dr. Kami sangat menghormati Helmiadi Spot dan para dokter tanpa pamrih yang melakukan pengorbanan terbesar dalam menjalankan tugasnya. dan mendedikasikan hidup mereka untuk menyelamatkan orang lain dan mengungkapkan rasa terima kasih kami yang sebesar-besarnya atas komitmen teguh mereka dalam menyediakan layanan kesehatan berkualitas bagi masyarakat Indonesia, dan keberanian, kebaikan, dan dedikasi mereka akan selalu dikenang meskipun ada banyak rintangan. Mereka mengalaminya. Spot – kata Dr. Moh Adib Khumaidi, Presiden Ikatan Dokter Indonesia.

Indonesia memiliki rasio dokter per pasien terendah di dunia, yaitu 0,4 dokter per 1.000 orang. PB IDI menegaskan, salah satu permasalahan utama dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia adalah distribusi dokter yang tidak merata, karena banyak dokter yang terkonsentrasi di perkotaan, sehingga mengakibatkan masyarakat pedesaan dan daerah terpencil tidak dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan.

Masalahnya diperparah dengan kurangnya peralatan medis, obat-obatan dan infrastruktur yang tidak memadai. Distribusi dokter dan sumber daya yang tidak merata ini menghambat kemampuan negara untuk menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas bagi warganya, khususnya di daerah pedesaan dan daerah yang kurang terlayani.

“Ini bukan hanya soal angka; ini tentang hidup dan mati.” Kurangnya dokter di beberapa daerah menyebabkan banyak masyarakat Indonesia tidak mempunyai akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, dan ini adalah masalah yang tidak bisa kita abaikan. Kita juga menghadapi kekurangan peralatan medis, obat-obatan dan infrastruktur. Fasilitas kesehatan di daerah pedesaan sering kali kekurangan peralatan dasar, sehingga dokter tidak dapat memberikan layanan yang memadai. “Dan dari segi obat, banyak obat-obatan penting yang persediaannya terbatas sehingga pasien tidak bisa mendapatkan pengobatan yang dibutuhkan. Selain itu, kapasitas pembiayaan JKN-BPJS juga tidak mencukupi,” kata dr. kata Adib.

Adib mengatakan, selain disparitas kapasitas layanan kesehatan, terdapat juga disparitas infrastruktur. Fasilitas kesehatan di banyak daerah, terutama di daerah pedesaan, kekurangan fasilitas dasar seperti air bersih, listrik dan sanitasi.

Hal ini juga akan berdampak pada pelayanan kesehatan sehingga menjadi kurang optimal. Ketersediaan peralatan medis, infrastruktur dan obat-obatan juga mempengaruhi kualitas dan kapasitas pelayanan kesehatan dasar di wilayah tersebut.

Akibat dari semua ini adalah pasien terpaksa melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan layanan dan perawatan medis, seringkali dengan biaya yang besar. Dalam beberapa kasus, pasien sudah berada dalam kondisi kronis dan terminal serta tidak dapat menerima perawatan medis yang tepat.

Adib mengatakan, permasalahan kesehatan ini bukan hanya menjadi masalah dan tanggung jawab pemerintah saja, namun untuk itu perlu adanya peran penting dari organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, swasta, masyarakat umum, dan sebagainya. Publik dan media sosial, dan tentunya publik. Masyarakat sendiri merupakan agen perintis perubahan transformatif di bidang kesehatan. Jumlah dokter di bidang ini dapat ditingkatkan melalui skema beasiswa dan insentif.

Selain itu, pemerintah pusat dan daerah perlu berinvestasi pada peralatan medis, obat-obatan, dan infrastruktur untuk memastikan bahwa rumah sakit dan fasilitas kesehatan di wilayah tersebut memiliki sumber daya yang diperlukan untuk memberikan layanan berkualitas. Didukung pula oleh kemampuan pembiayaan pusat, pemerintah daerah dan JKN-BPJS

PB IDI mengingatkan kita bahwa akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas merupakan hak asasi manusia dan setiap orang dapat memperoleh layanan yang dibutuhkannya, di mana pun mereka berada.

“Jadi mari kita bekerja sama untuk mengatasi masalah serius ini dan memastikan bahwa setiap orang Indonesia memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas dan kita harus melakukannya,” tutup Adib: “Masa depan negara kita bergantung pada masalah kesehatan dasar ini.”

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel