Bisnis.com, Jakarta – Komisi VII DPR RI mengundang PT Kalimantan Ferro Nickel (KFI) untuk mendapatkan informasi mengenai dua kejadian kebakaran di tempat kerjanya dalam 1 tahun terakhir.

Dua kebakaran terjadi di dekat kantor PT KFI di Kalimantan Timur. Diketahui, insiden pertama terjadi sekitar sebulan setelah peluncuran perangkat tahap pertama pada Oktober 2023. 

PT KFI merupakan perusahaan milik PT Nityasa Prima Group dan perusahaan asal Tiongkok, San Tai Hoi Tong New Material Co., Ltd. 

Komisi VII DPR RI Sugeng Supervoto mengatakan proyek nikel PT KFI membutuhkan investasi sekitar 30 triliun dan merupakan salah satu proyek nikel tanah air terbesar di Kalimantan Timur. Oleh karena itu, menurutnya, PT KFI harus menjadi model di industri di bawahnya. 

“PT KFI harusnya menjadi contoh yang baik dalam industri pertambangan yang mengutamakan keberlanjutan dari aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial. Ya,” kata Sugeng dalam wawancara (RDP) dengan PT KFI. (8/7/2024). 

Sementara itu, perwakilan PT Kalimantan Ferro Industry Mohd Ardi Somargo menyatakan, kejadian yang terjadi pada September 2023 itu tidak bermula dari mesin penanganan batubara, di tempat yang jauh dari perangkat tambang.

“Apinya bukan di smelter, tapi di pabrik batu bara yang letaknya jauh dari pabrik kami,” kata Ardhi.

Ardhi mengatakan, pihaknya telah menerima hasil penyelidikan yang dilakukan Laboratorium dan Investigasi Kepolisian Daerah (PASLABFOR) terkait kebakaran tersebut.

Akibatnya, musibah kebakaran ini terjadi karena tidak digunakannya Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dilakukan seseorang.

Terkait jatuhnya korban jiwa dalam kejadian tersebut, Ardhi mengatakan pihaknya sangat sedih kehilangan ahli keduanya.

“Kami sangat sedih atas kehilangan dua ahli kami, yang kini telah dikremasi dan dikembalikan ke keluarganya di Tiongkok,” ujarnya.

Ardhi pun membeberkan peristiwa kedua yang terjadi 2 bulan lalu atau Mei 2024.

Pada Mei 2024, kejadian tersebut terjadi di limbah PT KFI, jauh dari tempat pencucian, kata Direktur Utama PT Nityasa Prima.

“Ini kejadiannya tanggal 16 Mei, kita bilang ada ledakan. Saudara bilang itu kebakaran. Bisa dibilang kebakaran, ledakannya ada di limbah, bukan di bagian smelter,” kata Ardhi.

Ardhi mengatakan, pasca kejadian tersebut, dua orang mengalami luka ringan dan dilarikan ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan.

Ia menambahkan, pada hari kedua pasca kejadian, jika melihat informasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), polisi melepas garis polisi di tempat kejadian.

Ardhi mengatakan, setelah garis polisi dicabut, pihaknya langsung membangun kembali tembok tersebut hingga menambah dua saluran untuk memperlancar debit air.

“Kita tunda, supaya kalau ada ledakan tidak terjadi kebakaran,” ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel