Bisnis.com, JAKARTA –  Indonesia Gas Society (IGS) mengimbau pemerintah mewaspadai rencana penerapan Internal Market Obligation (DMO) 60% gas bumi untuk industri dalam negeri. 

Presiden IGS Aris Mulya Azof mengatakan kebijakan DMO 60% ditambah dengan pengaturan harga khusus melalui sistem harga gas bumi tertentu (HGBT) akan berdampak negatif terhadap investasi jangka panjang industri minyak dan gas dalam negeri (migas). . untuk rencanamu. industri. 

“Tentunya hal ini akan mempengaruhi rencana investasi produksi migas yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan produksi migas,” kata Aris saat dihubungi Bisnis, Rabu (7/10/2024). 

Aris berpendapat pemerintah harus mempertimbangkan kebijakan yang mendukung investasi jangka panjang di sektor migas, termasuk insentif pajak yang menarik dan kepastian hukum yang kuat.

Menurut dia, dengan cara ini produksi gas Indonesia bisa kembali meningkat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan potensi ekspor, serta berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

“Seperti kita ketahui, daya beli konsumen di sektor hilir belum sejalan dengan tingkat keekonomian investasi di hulu, itulah sebabnya dikeluarkan kebijakan HGBT,” ujarnya. 

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui 60% Domestic Delivery Obligation atau DMO gas bumi untuk kebutuhan produksi dan industri ketenagalistrikan dalam negeri. 

Kewajiban penetapan harga layanan gas dalam negeri juga dibarengi dengan aturan penetapan harga HGBT yang lebih ketat, mulai dari kepala sumur hingga titik penyerahan di pengguna industri (site gate). 

Aturan tersebut tertuang dalam rancangan peraturan pemerintah tentang gas bumi dalam negeri (RPP). Rancangan peraturan tersebut sempat ditunda Kementerian Perindustrian selama 2 tahun terakhir.  

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (Menperin) mengatakan Jokowi menyetujui rancangan kebijakan tersebut di tingkat Tata Kabinet dalam rapat terbatas mengenai LGBT di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (8/7/2024). 

“Kabar gembira bagi kita semua, pada rapat kemarin Pak Presiden menyetujui pembuatan RPP gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri,” kata Agus saat peluncuran PP Nomor 20 Tahun 2024 tentang Kawasan Industri, Selasa (7 September 2024). . ). . 

Menurut Agus, hingga saat ini kewajiban penyediaan atau pelayanan gas pada industri pengolahan belum diatur secara ketat.  

Akibatnya, pasokan gas ke industri dari lapangan yang dikelola oleh Kontraktor Koperasi (CCC) tidak berkelanjutan dan harga gas baru-baru ini meningkat hampir dua kali lipat dari mandat HGBT, pada tingkat awal $6/MMBtu.  

“Kalau dilihat dari keseimbangan total produksi gas nasional, saat ini yang dialokasikan atau diperuntukkan untuk produksi hanya 40% saja, termasuk pupuk, hal ini wajar saja karena belum ada regulasinya,” kata Agus. 

Di sisi lain, tambah Agus, pemerintah juga membuka kemungkinan impor gas untuk memenuhi kebutuhan industri manufaktur nasional. Ia menegaskan, aturan ini nantinya akan membuka persaingan harga yang luas antara gas produksi dalam negeri dengan gas impor.  

Ia menilai peraturan ini sangat penting mengingat perkiraan permintaan gas dalam negeri oleh industri manufaktur akan meningkat. Menurut perkiraannya, permintaan gas industri akan berlipat ganda pada tahun 2030 dibandingkan neraca tahun ini.  

“RPP Földgáz yang memenuhi kebutuhan dalam negeri juga mendorong sektor hulu gas menjadi sehat, ada persaingan, bukan monopoli,” ujarnya.  

Sementara itu, pada Januari-Mei 2024, SKK Migas meningkatkan 3,719 miliar British thermal unit per hari (BBtud) dalam rangka pelaksanaan kenaikan gas bumi untuk keperluan dalam negeri atau setara dengan 70% total produksi nasional. 

Capaian tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni sebesar 3.718 BBtud atau mewakili 68% total produksi nasional.

Lihat berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA Channel