Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Nasional Jaminan Sosial (DJSN) memastikan iuran Program Kesehatan Nasional (JKN) Program Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tidak meningkat hingga akhir tahun 2024, meski sosial status keamanan Dana Jaminan Kesehatan ( DJS) menunjukkan tanda-tanda kekurangan.

Pada tahun 2023, pendapatan iuran DJK mencapai Rp 151,69 triliun. Angka tersebut lebih kecil dibandingkan beban jaminan kesehatan yang mencapai Rp 158,85 triliun.

Keadaan ini lebih parah dibandingkan tahun 2022, dimana pendapatan iuran senilai Rp144,04 triliun masih mampu menutupi total biaya kompensasi yang mencapai Rp113,47 triliun.

Ketua Panitia Monitoring dan Evaluasi DJSN, Muttaqien mengungkapkan, kontribusi tersebut masih dalam proses perhitungan teknokratis dengan pemangku kepentingan terkait. 

“Sampai akhir tahun 2024, biayanya tidak berubah seperti sekarang,” kata Muttaqien kepada Bisnis, Senin (23 September 2024). 

Terkait besaran iuran BPJS kesehatan saat ini, untuk peserta JKN kategori pekerja tidak berbayar (PBPU) atau peserta mandiri kategori I iurannya Rp 150.000, kategori II 100.000, dan kategori III Rp 42.000 per orang per bulan dengan subsidi 7.000. Rp per orang per bulan dari pemerintah sehingga yang dibayar peserta kategori III hanya Rp 35.000.

Demi menjaga status keuangan BPJS Kesehatan, Muttaqien menegaskan DJSN, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Kesehatan, dan BPJS Kesehatan masih terus memantau perkembangan pemasukan dan pengeluaran DJS Kesehatan. 

“Dari segi pendapatan, dipastikan BPJS mampu menghimpun iuran dan berinvestasi lebih baik. “Dari sisi pengeluaran, kami berharap BPJS dapat menerapkan pengendalian kualitas dan pengendalian biaya secara optimal,” ujarnya. 

Selain DJS, BPJS Kesehatan juga melaporkan penurunan aset pada Juni 2024 sebesar 7,26% dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Aset DJS pada Juni 2024 dibandingkan Juni 2023 juga menunjukkan penurunan sebesar 16,68%.

Hal ini disebabkan adanya pembayaran instrumen investasi setara kas yang digunakan untuk membayar biaya pelayanan kesehatan. 

Di sisi lain, Kepala BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti sebelumnya juga sempat mengangkat persoalan iuran yang akan dinilai. Lebih lanjut dia mengakui, BPJS Kesehatan tidak bisa hanya mengandalkan hasil investasi untuk menutupi besaran klaim asuransi kesehatan yang ditanggung. 

“Kita masih punya aset [dari] hasil investasi apa saja. Tapi sudah saatnya disesuaikan [kontribusinya] karena setiap dua tahun [bisa dinilai],” kata Ghufron kepada Bisnis, seperti dilansir Minggu (22/9/2024).

Sedangkan iuran BPJS kesehatan terakhir kali dinaikkan pada 1 Juli 2020 melalui Keputusan Presiden (Perpres) No. 64 dari tahun 2020.

Di sisi lain, situasi klaim kesehatan semakin sulit ketika muncul inflasi medis, dimana Mercer Marsh Benefits (MMB) Health Trends 2024 memperkirakan inflasi medis di Indonesia akan terus berada pada angka 13% pada tahun 2024.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA