Bisnis.com, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahdalia mengakui teguran soal hilirisasi nikel yang disampaikan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK). 

Bahlil dikritik karena membesar-besarkan kehebatan hilirisasi nikel. Faktanya, sebagian besar keuntungannya masuk ke luar negeri.

“Saya pernah terharu sama Tuan JK. ‘Lil jangan dibesar-besarkan investasi nikelnya. Karena yang paling untung itu bukan di dalam negeri, dia orang asing, nilai tambah dia di luar negeri’,” kata Bahlil di Jakarta, Rabu (9./10/2024) .

Bahlil mengatakan, saat ini 85 hingga 90 persen izin pertambangan berada di bawah penguasaan pengusaha pribumi. Pengusaha tersebut antara lain adalah Badan Usaha Milik Negara alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Namun Sekjen Golkar itu mengakui, 85 persen industri pengolahan nikel masih dikuasai asing. Menurut dia, hal ini karena pengusaha membutuhkan modal besar untuk masuk ke industri pengolahan.

Dia mengatakan, bank lokal akan memberikan pinjaman investasi untuk industri pengolahan nikel. Namun, bank lokal memerlukan 30% hingga 40% ekuitas pengusaha.

Bahlil menilai pengusaha lokal kesulitan memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, pengusaha mempunyai pilihan untuk meminjam modal dari bank asing.

Namun, ketika mengambil pinjaman investasi dari bank asing, pengusaha harus membayar pokok dan bunga. Untuk membiayai hal ini, pengusaha membayar dari pendapatan ekspor. Harganya bisa mencapai 60% dari pendapatan.

Jadi, benar apa yang dikatakan Tuan JK, DHE [devisa ekspor] kembali dari sana [luar negeri] ke produk industri. Tapi itu terjadi karena memang membiayai pokok dan bunganya,” jelas Bahlil.

Ia pun mengaku punya cara untuk menghindari hal tersebut. Solusinya adalah perbankan dalam negeri, khususnya himpunan bank-bank milik negara (himbara) membantu pembiayaan dengan persyaratan ekuitas yang lebih rendah. Namun, hal tersebut tidaklah mudah. Menurut Bahlil, Presiden tidak berhak ikut campur dalam masalah ini.

Di sini juga diperlukan kerja sama antara pemerintah, perbankan, dan dunia usaha. Untuk apa? Menuju kedaulatan negara kita, tutup Bahlil. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel