Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman berharap Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka bisa menjadi BUMN yang bisa melakukan penawaran umum perdana (IPO) pada tahun 2025.

Dikatakannya, sejauh ini ada 30 perusahaan yang sedang dalam proses IPO atau yang sedang dalam proses. Namun, tidak ada satu pun perusahaan pemerintah atau BUMN yang berasal dari angka-angka tersebut.

Tunggu, tunggu dan lihat pemerintahan baru, tapi kita berharap tahun depan sudah ada BUMN atau anak perusahaan BUMN yang IPO, ujarnya di Jakarta, Rabu (10/7/2024).

Menurut dia, BEI menargetkan 62 perusahaan terwakili di bursa tahun ini. Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan jumlah IPO pada 2023 yang mencapai 79 perusahaan.

“Saat ini ada sekitar 30 perusahaan. Harapannya, seperti awal tahun, target kami sekitar 60 perusahaan. “Sekarang sudah ada 32 perusahaan, kami berharap target kami bisa tercapai pada akhir tahun ini,” ujarnya.

Pada gilirannya, Kementerian BUMN memastikan tidak ada perusahaan pelat merah yang akan melakukan IPO pada 2024. Jika benar terjadi, situasinya akan serupa dengan tahun politik 2019 yang awal pencatatan sahamnya bukan BUMN. 

Faktanya, ada beberapa perusahaan yang menargetkan masuk pasar modal pada 2023, seperti PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan PT Pupuk Kalimantan Timur. Namun rencana tersebut dibatalkan karena kondisi pasar yang kurang menguntungkan.

Tahun ini, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo juga mengumumkan tidak ada perusahaan pelat merah yang akan melakukan penawaran umum perdana. Kondisi dan kepentingan pasar diperhitungkan oleh departemen BUMN.

“Belum. “Kami melihat pasar dari segi selera, seperti PHE kemarin, ternyata minatnya rendah,” kata Kartika saat ditemui di Jakarta, awal tahun 2024.

Kementerian BUMN juga menetapkan rencana IPO PTPN, PalmCo, pada tahun 2024. Kartika atau akrab disapa Tiko mengatakan, hal tersebut disebabkan kondisi pasar yang kurang mendukung. PalmCo kemungkinan akan go public jika kondisi pasar memungkinkan.

Sebelumnya, dia menjelaskan, saat ini Kementerian BUMN belum fokus mencatatkan PalmCo di bursa. Pasalnya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar perusahaan bisa bernilai tinggi.

Pekerjaan rumah lain yang perlu dilakukan saat ini adalah replanting atau peremajaan pohon kelapa sawit karena lahan milik grup PTPN dalam kondisi kurang terawat.

“Awalnya kami ingin menarik PalmCo, tapi kami melihat pasarnya seperti apa. Kalau pasarnya bagus, kita bisa dorong, tapi [ternyata] pasarnya saja tidak cukup. “Kita lihat waktunya, mungkin PalmCo tahun depan, tapi setelah pasarnya siap,” kata Tico.

Jika tahun ini tidak ada IPO perusahaan publik, maka situasinya akan sama seperti tahun 2019. Sementara dari 33 emiten baru yang mengambil alih, tidak ada satupun yang berasal dari BUMN.

Berbeda dengan tahun 2018. Tiga dari 57 emiten tersebut merupakan anak perusahaan BUMN, yakni PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk. (TUGU), PT Indonesia Vehicle Terminal Tbk. (IPCC) dan PT Phapros Tbk. (PEHA).

————————–

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan mahasiswa. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel