Bisnis.com, BALI – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong dana pensiun memperdalam instrumen investasinya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kontribusi dana pensiun terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Kepala Bidang Perasuransian, Penjaminan, dan Pengawasan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiano mengungkapkan, pada triwulan III 2024, aset yang dimiliki dana pensiun berjumlah 1.500,05 triliun. Rp. Angka tersebut hanya mewakili 5-6% PDB Indonesia.
“Kita harus memperbaikinya di masa depan,” kata Ogi. “Permasalahan pasar semakin meningkat sehingga perlu adanya perbaikan manajemen risiko, ekosistem pemerintah dan sektor dana pensiun, serta penerapan standar internasional.” Pertemuan tersebut berlangsung pada Selasa (19/11/2024) di hotel Padma Legion acara OECD/IOPS.
Ogi mengatakan dana pensiun saat ini masih fokus pada produk investasi pendapatan tetap seperti Surat Berharga Negara (SBN). “Kami berharap dana pensiun dapat berkontribusi terhadap pasar modal di masa depan,” kata Ogi.
Ogi mencontohkan, 30% dana pensiun diarahkan pada instrumen SBN untuk pengelolaan investasi dana kelolaan. Selebihnya, investasi dana pensiun disesuaikan pada masing-masing program, baik manfaat pasti maupun iuran pasti.
“Untuk itu, kami mendorong setiap program dana pensiun untuk mengelola investasi terkait penempatan portofolio investasinya dengan baik agar dapat terukur dan terkendali untuk yang terbaik bagi para pesertanya,” tutupnya.
Sebelumnya, pakar pasar Azhar Azizi, peneliti senior di Bank Syariah Indonesia (BSI) Institute, menyatakan sebagian besar dana pensiun di Indonesia diinvestasikan pada surat utang pemerintah dan swasta.
Berdasarkan data Kantor Jasa Keuangan (OJK) yang dikelola BSI Institute, dana pensiun 77,46% diinvestasikan pada surat berharga negara atau SBN (37,12%), sukuk korporasi (23,95%), obligasi korporasi (16,39%). Sisanya atau 22,54% investasi dana pensiun tersebar pada 18 instrumen lainnya.
Menurut para pemasar, terlalu banyak ketergantungan dana pensiun pada obligasi pemerintah dll. dapat menyebabkan masalah likuiditas dan pendanaan bagi pensiunan karena tingkat pengembaliannya rendah. Pada tahun 2022, masalah serupa muncul di Inggris yang dikenal dengan Gilt Crisis.
“Oleh karena itu, perlu adanya keseimbangan dan diversifikasi yang cermat antara pencarian keuntungan jangka panjang dan manajemen risiko jangka pendek,” kata Bazari pada konferensi BSI Institute tahun 2024. Dalam laporan triwulan III yang dikutip Sabtu (11/09/2024). “
Ia juga menyarankan agar dana pensiun berinvestasi di sektor infrastruktur. Dia menyarankan hal itu bisa dilakukan dengan skema Kerja Sama Pemerintah-Bisnis (KPBU). Dalam skema ini, dana pensiun menjadi salah satu investor pada unit usaha pelaksana (BUP) KPBU melalui penyertaan langsung atau instrumen keuangan.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel