Bisnis.com, JAKARTA – Pada tahun 2025, pemerintah berencana menaikkan tarif pajak hasil tembakau atau cukai rokok. Perubahan tarif pajak ini akan mempengaruhi kenaikan harga rokok.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengatakan harga rokok akan naik setelah pemerintah mendapat persetujuan DPR RI untuk menaikkan pajak hasil tembakau (CHT) atau produk rokok di dalam negeri. 2025.  

Seperti tahun-tahun sebelumnya, perubahan tarif CHT atau pajak rokok akan berdampak pada kenaikan harga rokok baik dari produk yang dijual maupun harga yang dibayar konsumen.

Askolani mengatakan, pemerintah menyetujui penyesuaian harga CHT dengan tujuan mengakhiri pajak harga barang bertahun-tahun pada akhir tahun 2024.

“Kami sudah mendapat persetujuan [dari DPR] untuk penyesuaian tarif pajak [rokok] untuk pemberlakuan tahun 2025,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Gabungan Gaprindo Indonesia mengaku menerima keputusan pemerintah menaikkan tarif pajak hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025. 

CEO Gaprindo Benny Wachjudi mengatakan, meski kenaikan tarif CHT pasti berdampak pada industri tembakau (IHT), pihaknya memahami kebijakan pemerintah tersebut. 

“Kami memahami hampir tidak mungkin pemerintah menaikkan pajak barang, jalan tengahnya adalah tidak menaikkan pajak terhadap perekonomian,” kata Benny kepada Bisni pada Selasa (18/06/2024). 

Ia juga mengatakan, kenaikan tarif CHT harus konsisten dengan tingkat yang dicapai negara dalam hal pertumbuhan ekonomi. Menurut Benny, jika kenaikannya terlalu besar maka produksi rokok legal akan berkurang, namun peredaran rokok ilegal meningkat. 

Selain itu, Gaprindo mencatat penurunan produksi rokok atau rokok putih (SPM) dari yang awalnya 15 miliar batang per tahun menjadi 10 miliar batang dalam 5 tahun terakhir.

Faktanya, produksi tembakau di negara ini telah turun dari 350 miliar batang sebelum tahun 2019 menjadi kurang dari 300 miliar batang per tahun saat ini.

Ia mengatakan, meningkatnya jumlah rokok ilegal berdampak pada produsen produk ilegal. Situasi ini dinilai mengancam investasi pendapatan negara dan menurunkan jumlah pekerja IHT.

“Dengan berkurangnya produksi rokok ilegal, maka akan terjadi peningkatan jumlah rokok ilegal, akibatnya uang yang diterima pemerintah akan berkurang.”

Saat ini dari sisi penerimaan negara, IHT menyumbang Rp 213,48 juta melalui pajak hasil tembakau (CHT) hingga akhir tahun 2023. Jika didasarkan pada pembayaran PPN dan PPh, maka kontribusinya ke negara diperkirakan mencapai Rp 300 triliun.

FYI – Mulai 1 Januari 2024, harga rokok dan berbagai produk tembakau lainnya akan mengalami kenaikan melalui penerapan Undang-Undang Manajemen Harga dan Tarif Konsumen (CHT).

Aturan pemberlakuan pajak rokok pada tahun ini masih menggunakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 191/PMK.010/2022 tentang Perubahan Kedua Atas PMK 192/PMK.010/2021 tentang Harga Hasil Tembakau (CHT) Dalam Bentuk Rokok, Sigaret, Daun atau Tumpukan Rokok dan Potongan Tembakau. Berikut daftar harga jual rokok tahun 2024: 1. Rokok Produksi Mesin (SKM) Kategori I : minimal Rp 2260 per batang Gol II : minimal Rp 1380 per batang 2. Cerutu Putih (SPM) grade I : Rendah Rp 2.380 per batang Kelas III : paling rendah Rp 725 per batang 4. Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) atau Sigaret Putih Kretek Tangan Filter (SPTF) No Kelas : Paling rendah Rp 2.260 per batang 5. Rokok Rhubarb Kemenyan (KLM) Kategori I: paling rendah Rp 950 per batang Kategori II: terendah Rp 200 per batang Batang 6. Jenis Tembakau Potong (TIS) Tanpa Kelas: minimal Rp 55-Rp 180 7. Rokok Jenis Daun atau Klb (KLB) Tanpa Kelas: minimal Rp 290 per batang 8 Rokok Tipe (CRT) No a Class: minimal Rp 495-Rp 5500 per batang.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel