Bisnis.com, JAKARTA – Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) mendesak pemerintahan Prabowo Subianto menerapkan kebijakan perdagangan yang menguntungkan dan berdampak positif bagi sektor UKM.
Chief Executive Officer CIPS Anton Rizky Solomon menilai pemerintah perlu melihat lebih jauh melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan fokus pada regulasi tahun 2025.
Anton mengatakan, pihaknya ingin mendalami lebih lanjut regulasi pelarangan impor barang setengah jadi yang dapat mempengaruhi produktivitas usaha kecil, menengah, dan mikro di Indonesia.
Di sektor e-commerce, ada larangan Departemen Perdagangan untuk mengimpor barang di bawah $100. Kita berharap hal seperti ini bisa dihilangkan, karena nyatanya banyak industri dalam negeri yang menjadikan produk tersebut sebagai produk setengah jadi, seperti bahan baku, Anton Trade, dalam pertemuan dengan Rabu (13/11/2024).
Menurut dia, pembatasan seperti penutupan atau perlindungan impor akan berdampak pada usaha kecil dan menengah. Untuk itu, kata dia, pemerintah perlu mengkaji lebih jauh kebijakan kedua belah pihak.
“Kita perlu banyak memberikan ekspor, tapi tentu kita tidak bisa menjadi pelindung karena kita ingin mengekspor barang tapi masyarakat tidak mau mengimpor ke kita,” imbuhnya.
Misalnya, tambahnya, pembekuan perdagangan dapat mengakibatkan hilangnya lapangan kerja dan penutupan perusahaan tekstil.
“Kita perlu mengkaji lebih dalam apakah permasalahan yang terjadi ini disebabkan oleh hal itu dan adakah cara untuk mengatasinya, karena jika tidak maka masyarakat Indonesia akan menderita,” ujarnya. MSM masih mendominasi
Di sisi lain, Anton mengatakan minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya masih menjadi komoditas ekspor utama Indonesia. Menurutnya, MSM tidak akan berubah.
Penyebabnya, jelasnya, persoalan kekurangan modal dan pembatasan impor produk setengah jadi di sektor manufaktur.
“Banyak perusahaan yang tidak mau berinvestasi lebih banyak atau tidak bisa mendapatkan peralatan yang diperlukan karena ada kendala,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah harus melihat secara luas sisi terbukanya dunia usaha. “Karena pembatasan bertujuan untuk melindungi konsumen, komunitas atau industri tertentu justru berdampak negatif terhadap pertumbuhan manufaktur,” ujarnya.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel